Contohnya: A dan B pengrajin atau tukang kayu. A dan B sepakat menjalankan bisnis dengan memproduksi dan menjualbelikan meubel.Â
Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp.50 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.Â
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqd); sedangkan barang ('urdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syark) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.
b. Syirkah al-Mudharabah, Yaitu, seseorang sebagai pemodal (investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola (mudharib) untuk diperdagangkan, dan dia berhak mendapat prosentase tertentu dari keuntungan.Â
Contohnya:Â A sebagai pemodal (shhib al-ml/rabb al-ml) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal ('mil/mudhrib) dalam usaha perdagangan umum. Â
Lalu keuntungan dari jualan tersebut dibagi sesuai kesepakatan misalnya A mendapat 60% dan B mendapat 40%.
c. Syirkah al-Wujuuh, Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan nama baik serta ahli dalam bisnis.Â
Mereka membeli barang secara kredit (hutang) dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai, lalu keuntungan yang didapat dibagi bersama atas dasar kesepakatan di antara mereka.Â
Contohnya: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang.Â
Lalu A dan B ber-syirkah wujh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli.Â