[caption caption="ilustrasi (dok.pbs.twimg)"][/caption]Siapa itu Mahfud MD? Pasti semua orang mengetahui Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U. sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (2008-2011) dan Hakim Konstitusi (2008-2013). Ia juga merupakan dosen dan Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Ia adalah sosok yang lengkap yang memiliki semua sifat dan pengalaman yang dibutuhkan dari seorang pemimpin. Ia pernah menjadi Menteri Pertahanan (Eksekutif), anggota DPR (Legislatif), dan Ketua Mahkamah Konstitusi (Yudikatif).
Tahukah anda bagaimana cara Tawadhunya orang Madura atau lebih sering disebut ACABIS oleh mereka? Nah, akan sedikit saya jelaskan berdasarkan Buku Biografi Mahfud MD, Terus Mengalir. Silahkan simak altikel berikut ini.
Â
Tawadhu pada Kyai "ACABIS"
Penghayatan keagamaan Mahfud ditanamkan oleh orang tuanya sejak kecil. Mahmodin (Ayah Mahfud) sangat tawadhu pada Kyai, setiap ada waktu senggang ia berkunjung ke rumah Kyai dan Mahfud diajaknya. Kegiatan tersebut disebut Orang Madura dengan ACABIS, dimana Kyai akan bercerita tentang jenis-jenis doa, hukum, maupun politik ditinjau dari sudut agama. Sejak kecil Mahfud sudah terbiasa berada di tengah diskusi dan membaca doa yang diyakini makbul atau doa-doa dasar salawatan.
Pada waktu usianya baru 8 tahun, Mahfud sempat terbawa emosi ketika seorang Kyai besar Madura (Kyai Jufri) dibunuh sesaat setelah turun berpidato dari mimbar oleh PKI pada usianya yang mencapai 63 tahun menjelang pecahnya pemberontakan 30 September 1965. Bahkan, polisi seakan-akan melindungi pembunuh sehingga situasi semakin panas. Saat itu kondisi soisal-politik di Madura sangat gawat, setiap malam Mahmodin (Ayah Mahfud) menjaga kampung melawan PKI yang suka menyerang. Hak asasipun belum dikenal, akibatnya orang-orang Madura (NU) banyak yang berlaku brutal pada PKI begitupun sebaliknya. Istilahnya, "Kalau tak membunuh, ya dibunuh."
Mahfud paham kenapa pada waktu itu orang marah pada PKI. Tetapi bukan berarti setuju. Ia melihat dosa masa lalu itu harus diselesaikan lewat rekonsiliasi karena pihakyang bertikai sama-sama aset bangsa. "Cuma pada waktu itu ideologis tidak mempertemukan" kata Mahfud.
[caption caption="ilustrasi (dok.toko-bukubekas)"]
- Pengarang : Rita Triana Budiarti
- Penerbit : Konstitusi Press, Jakarta, 2013
- Tebal : 646 Halaman
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI