Mohon tunggu...
KHOIROTUL AZIZAH
KHOIROTUL AZIZAH Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Konsentrasi Moneter 2012, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember.

Selanjutnya

Tutup

Money

Atasan Labil

15 Mei 2015   18:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:00 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

"Saya sudah mendapat laporan di sini ada 4,6 juta hektar yang teridentifikasi bisa dijadikan lahan pertanian dengan kondisi tanah yang datar. Saat ini tetapi yang bisa digunakan baru ada 1,2 juta hektar," ujar Jokowi saat menghadiri penen raya di Wapeko, Merauke.

Yup, benar. Indonesia adalah negara agraris dimana sektor pertanian disini sangat menjadi andalan masyarakatnya. Tetapi bukan Indonesia namanya jika banyak potensi yang disediakan oleh alam tapi sumber daya manusianya tak mampu mengelolanya. Rendahnya SDM kita membuat kita seakan-akan tak mau mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan di bumi tercinta ini. Disamping itu juga kurangnya infrastruktur yang memadai, seperti jalan, pelabuhan, jembatan, irigasi dan infrastruktur yang lainnya menjadi penghambat khususnya dalam kasus yang presiden kita tadi sebutkan di atas adalah hal yang biasa terjadi di Indonesia. tak heran jika presiden kita menghimbau dan menyarankan kepada BUMN dan investor swasta untuk berinvestasi bidang pertanian khususnya di Merauke. Pengolahan modern yang diterapkan di 1,2 juta hektar lahan sawah itu membuat tiap hektarnya memberikan hasil panen hingga 8 ton. Mencakup juga metode panen menggunakan alat pemanen otomatis raksasa. Tak heran jika presiden kita mengeluarkan pernyataan yang membuat kita terpesona, dimana negara kita (Khususnya Merauke) menjadi lumbung padi dunia. waw. fantastis bukan?

"Sistem irigasi, jalan dan pelabuhan dibangun tahun ini juga. Sehingga mengirim beras ke mana-mana akan lebih mudah. Jika berhasil, Merauke bukan cuma lumbung nasional. Ketergantungan dunia terhadap pangan, akan ada di sini," ujar Jokowi. Tetapi, hal yang terbalik terjadi disini, wakil presiden kita mengungkapkan pada media bahwa Indonesia siap membuka keran impor beras dari luar negeri.  Hal ini membuat kebingungan di masyarakat, baru kemarin presiden kita mengungkapkan Indonesia akan menjadi lumbung padi dunia. Tetapi selang beberapa hari, ada pernyataan yang keluar dari Wakil presiden kita bahwa Indonesia akan siap membuka kembali keran impor beras.

Terlepas dari pro dan kontra yang disimpulkan oleh masyarakat, ada baiknya jika pemerintah mengetahui apa sebenarnya maslah yang dihadapi oleh petani negeri ini, hal ini bisa membangkitkan kembali dan membuktikan bahwa Indonesia memang negara agraris di mata dunia, misalnya saja saat merebahnya hama wereng yang berimbas pada gagal panen, pemerintah mestinya jauh-jauh hari mengantisipasinya, misal dengan program penyuluhan dan pemberantasan hama wereng. Bukan malah memanfaatkan situasi yang ada, dan menjadikannya alasan untuk membuak kembali keran impor beras. Disamping itu juga, kebijakan pmerintah untuk mengimpor beras, menunjukkan bahwa semakin lemahnya ketahanan pangan Indonesia. Dimana ketahanan pangan sangat bergantung pada pasokan impor.

Hal  itu memperlihatkan bahwa pemerintah cenderung mengambil lang-langkah pragmatis atau mencari gampangnya saja. Untuk memecahkan persoalan ketersediaan pangan nasional dengan sekedar impor pangan. Pemerintah tidak mengoptimalkan proses produksi pangan nasional melalui pemberdayaan tani misalnya, baik pada saat proses tanam maupun pasca panen. Kebijakan yang diambil pemerintah dengan impor beras tersebut membuat kita patut mempertanyakan fungsi anggaran Kementerian Pertanian. Soalnya alokasi anggaran untuk subsidi benih dan pupuk, selama ini telah dianggarkan triliunan rupiah. Lantas, apa arti subsidi itu dengan peningkatan ketersediaan pangan nasional dan kesejahteraan petani?

Ada ketidakseriusan pemerintah dalam mengimplementasikan program kedaulatan pangan nasional.Keputusan untuk melakukan impor beras guna menopang ketersediaan cadangan nasional beras merupakan salah satu bukti kegagalan pemerintah dalam merealisasikan program-program yang telah dicanangkan, misalnya terkait dengan subsidi yang telah dialokasikan.

Berkembang dugaan, kebijakan impor beras ini hanyalah pra-kondisi untuk semakin memuluskan rencana investor asing mengembangkan food-estate atau korporatisasi pertanian, seperti yang akan dilaksanakan di Provinsi Papua. Sementara pemerintah juga tidak dapat memetakan daerah penghasil pangan nasional beserta segala permasalahannya. Padahal, apabila peta lumbung pangan nasional ini dapat dipetakan, mestinya segala persoalan yang menyertainya, seperti serangan hama, pergeseran musim yang abnormal, atau fluktuasi harga beras, dapat diantisipasi sebelumnya dan segera bisa dicarikan solusi, tanpa harus membuka keran impor beras yang sangat merugikan petani dan memperlemah kedaulatan pangan nasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun