Mohon tunggu...
Khoiriah
Khoiriah Mohon Tunggu... Mahasiswa - I'm not a perfect person. Hanya mencoba membagikan opini maupun pengalaman

Sekecil apapun pengalaman maupun pemikiran dapat mempengaruhi pola pikir. Ciptakan pola pikir yang benar :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan dan Pernikahan

28 Juni 2022   21:53 Diperbarui: 28 Juni 2022   22:00 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tanggal 21 April masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk penghormatan dan pengingat perjuangan RA Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki. RA Kartini adalah sosok pelopor persamaan derajat perempuan nusantara yang mendedikasikan intelektualitas, gagasan, dan perjuangan untuk mendobrak ketidakadilan.  Dimasa modern ini RA Kartini menjadi sumber inspirasi perjuangan perempuan yang mengidamkan kebebasan dalam menentukan pilihan dan persamaan status sosial. Namun, seakan peringatan hanyalah sebagai pemanis. Banyak masyarakat yang tidak paham tentang menghargai pilihan orang lain dan mendikte bagaimana seharusnya seseorang harus berbuat sesuai dengan apa dianggap benar oleh masyarakat kebanyakan. Kesetaraan gender untuk mendapat perlakuan yang adil  dan setara tanpa melihat jenis kelamin masih sulit diterapkan di Indonesia. 

Mahasiswa tingkat akhir atau perempuan disekitaran umur 20 tahun adalah usia yang dianggap masyarakat sebagai usia ideal menikah. Pertanyaan "kapan skripsi?" dan "akan kerja dimana?" bukan satu-satunya pertanyaan yang sering mengintai perempuan diusia tersebut. Pertanyaan yang juga tidak ada habisnya dan sebagian besar dilontarkan terhadap perempuan adalah "kapan menikah?". Hal ini bukan tanpa alasan, pandangan masyarakat mengenai menikah dan punya anak adalah standar kebahagian bagi perempuan menjadi alasan utama pertanyaan kapan menikah sering dilontarkan. Menyelesaikan pendidikan, mempunyai prestasi yang baik dan mendapatkan pekerjaan seakan bukan hal inti dalam kehidupan perempuan. Apapun hal menarik atau prestasi yang perempuan capai pada akhirnya yang ditanyakan adalah kapan menikah. 

Tidak sampai pada pertanyaan itu saja, cibiran juga menghampiri perempuan yang melewati usia ideal menikah. Sudah menjadi rahasia umum perempuan dianggap seperti barang yang memiliki masa kadaluarsa. Perempuan dianggap tidak menarik ketika mencapai usia 30 tahun keatas. Ada pendapat kontroversial yaitu Mice Cartoon yang menganalogikan perempuan seperti bola. Komikusnya adalah Muhammad Misrad, mengumpamakan perempuan umur 17 tahun seperti bola sepak, diperebutkan banyak laki-laki. Sementara perempuan umur 50 tahun ibarat bola golf, dipukul sejauh-jauhnya. 

Pandangan buruk juga menghampiri perempuan yang sering menolak lamaran laki-laki yang datang untuk melamarnya. Dianggap terlalu pemilih tidaklah menguntungkan bagi perempuan. Akan salah juga ketika terlalu gampang jatuh hati maka akan dianggap murahan. Ada mitos yang dipercayai masyarakat di beberapa daerah Indonesia bahwa perempuan yang menolak lamaran maka bersiaplah menjadi perawan tua. Seakan-akan tidak memiliki pasangan diumur 30 tahun keatas adalah aib bagi perempuan. Hal ini memicu pertanyaan apa salahnya tidak mempunyai pasangan di umur tertentu untuk mendapatkan pasangan terbaik? Atau, apa salahnya memilih untuk sendiri karena persepsi kebahagian berbeda pada setiap orang an tidak hanya terfokus pada pernikahan? Tidak mempunyai pasangan di umur ideal menikah menurut masyarakat adalah pilihan dan bukanlah akibat dari menolak lamaran. 

Jika perempuan memutuskan menikah dan menjalani kehidupan pernikahan. Hal yang selanjutnya dihadapi perempuan akan lebih susah mendapatkan pekerjaan dibandingkan laki-laki karena perempuan dianggap erat kaitannya dengan merawat anak, menyusui, dan mengurus urusan rumah tangga lainnya sehingga sulit untuk mengatur waktu. Hal ini tidak luput dari pandangan bahwa kodrat perempuan adalah didapur dan mengurus rumah tangga. Anggapan ini membuat perempuan yang telah sibuk bekerja, ketika sampai di rumah akan tetap menyelesaikan semua pekerjaan rumah yang dilimpahkan kepada perempuan. Namun, apakah benar pekerjaan rumah tangga adalah kodrat wanita? Jika diteliti pengertian dari kodrat sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata kodrat setidak-tidaknya terkait dengan : 1. Kekuasan (Tuhan) 2. Hukum alam 3. Sifat asli/bawaan. Sehingga dapat dipahami bahwa kodrat adalah hasil dari kekuasaan tuhan yang melekat pada diri seseorang sejak dia lahir (bawaan), bukan yang dilekatkan oleh orang lain. Jadi, kodrat yang seharusnya dimiliki wanita dalam rumah tangga adalah mengandung, melahirkan, dan menyusui. Kodrat yang tidak bisa dialihkan ke pihak laki-laki. Maknanya, segala pekerjaan rumah tangga adalah tanggungjawab bersama sebagai suami istri untuk saling membantu. Pentingnya kesetaraan dalam rumah tangga ini yang sering tidak dipahami atau disadari oleh pasangan menikah.

Dari berbagai pandangan masyarakat mengenai tuntutan pernikahan terhadap perempuan dan bagaimana seharusnya perempuan berperilaku. Pernikahan yang dijadikan sebagai tolak ukur kebahagiaan harusnya tetap membuat perempuan bebas untuk memilih bahagianya diumur berapapun perempuan merasa siap dan tidak semua tolak ukur kebahagiaan perempuan adalah pernikahan. Perlu dipahami perempuan harusnya memiliki kemampuan dan kebebasan yang setara seperti halnya laki-laki mempunyai hak untuk memilih menikah atau tidak menikah dan bebas dari asumsi masyarakat yang selalu mengaitkan perempuan dengan pernikahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun