Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

Sebelum diangkat menjadi abdi negeri, pernah mengajar di SMA TARUNA NUSANTARA MEGELANG. Sekarang mengguru di SDN Kuryokalangan 01, Dinas Pendidikan Kabupaten Pati Jawa Tengah, UPTKecamatan Gabus. Sebagian tulisan telah dibukukan. Antara lain: OPINI GRASSROOT SOAL PENDIDIKAN GRES; Si Playboy Jayanegara dan Bre Wirabhumi yang Terpancung. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id. HP (maaf SMS doeloe): 081226057173.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Wuih...JK, Setelah Tekuk Hatta, Giliran Hajar Akbar?

20 Juli 2014   15:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:48 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Muhammad Jusuf Kalla (JK) ialah selebritis. Ia tersohor sebagai pewaris juragan kondang dari tanah Celebes, Kalla. Ia juga sangat populer karena beberapa kali menjadi menteri, bahkan Wapres, dan kini, pada usia 72 tahun ini nyawapres lagi.

Di samping banyak kelebihannya, juga terlepas, apakah nanti (22 Juli 2014, saat penetapan hasil pilpres oleh KPU) JK yang berpasangan dengan Jokowi menang atau kalah, tapi saya menemukan beberapa hal menarik dari JK, terutama soal gaya bicaranya.

Yup. Gaya bicara JK, pertama, berlogat khas, pendek-pendek dan cenderung cepat. Dan, kedua, argumentatif.

JK dalam banyak kesempatan terlihat sangat PD dan mahir memanfaatkan situasi dan kondisi, bahkan ia terkesan sangat lihai melihat celah lemah lawan dalam beradu argumen, langsung ataupun tidak langsung. Bahkan, tidak jarang gaya argumentasi JK mampu membius massa.

JK vs HATTA

Sebagai misal, dalam debat capres-cawapres final kemarin, kita bisa melihat betapa JK begitu telaknya menyemash Hatta ketika salah istilah, antara Kalpataru dan Adipura.

Ketika itu, debat memasuki segmen kelima, yakni sesi para calon saling bertanya, menanggapi, dan menanggapi balik.

Hatta (H) berkesempatan pertama menyampaikan pertanyaan kepada Jokowi (J) atau JK, berikut.

H: Kita semua ingin hidup dalam suasana bersih, hijau, dan sehat. Penghargaan tertinggi adalah Kalpataru, banyak kota menginginkan itu. Termasuk juga upaya membangun udara sehat, bersih. Apa tanggapan Jokowi dan upaya mencapai itu?

J: Kalpataru baik diberikan pada perseorangan dan lembaga, tapi tidak hanya piala, tapi juga insentif, dana, dan anggaran agar dapat mengembangkan apa yang kerjakan jadi lebih besar lagi. Piala, hanya dapat barangnya. Kalau dapat dana, bisa lebih memperluas lagi, memperbaiki DAS, area tangkapan, atau merawat desanya. Kalau hanya piala, tapi akan lebih baiknya jika dapat dana atau anggaran. Agar semua ingin memperbaiki desanya, daerah tangkapan air, memperbaiki kotanya, dan memperbaiki negara yang kita cintai.

(Kemudian pasangan P-H diberi waktu untuk menanggapi jawaban J).

H: Bentuk penghargaan dalam insentif atau piala bukan sesuatu yang terlalu prinsip. Yang penting adalah penghargaan adalah refleksi membangun kotanya jadi bersih dan sehat. Dari apa yang dijelaskan, kenapa DKI Jakarta tidak dapat? Padahal biasanya dapat? Solo malah belum dapat? Apa yang salah?

(Dan, pasangan J-JK mendapat giliran memberikan tanggapan balik. Kali ini yang angkat bicara JK).

JK: Pertanyaan Bapak bagus, tapi keliru. Itu bukan Kalpataru, tapi Adipura.

(Kemudian Jokowi menambah).

J: Solo pernah mendapat penghargaan green city dari Kementerian Lingkungan Hidup. Silakan cek di sana.

(Karena jatah waktu untuk pasangan J-JK masih, moderator menanyakan kepada pasangan ini, apakah ada tambahan tanggapan).

JK: Karena pertanyaannya keliru, saya tidak bisa jawab.

Dan, penonton, terutama pendukung J-JK-pun bersorak-sorai menyambut pernyataan smash JK terhadap Hatta tersebut, meski bukan pada hal yang terlalu esensial itu.

JK vs AKBAR

Itulah kelebihan gaya argumen JK ketika menekuk Hatta, tapi bagaimana ketika giliran melawan Akbar Tanjung yang juga teman sejawatnya dalam Golkar itu?

Yup. Sebagaimana diberitakan bahwa tadi malam (Sabtu, 19/07/2014) JK dan Akbar Tanjung (AT) sama-sama hadir dalam acara tarawih bersama keluarga besar KAHMI.

(Seusai Tarawih, keduanya berkesempatan memberikan sambutan. JK yang diberi kesempatan pertama memulai sambutannya dengan menceritakan pengalamannya saat berkampanye).

JK: "Selama kampanye saya sudah datangi 29 provinsi dan 60 pesantren. Maaf ya Pak Akbar, saya ngomongin internal".

(Jamahpun riuh menyambutnya. Sementara saat JK menceritakan pengalamannya dan keunggulan saat kampanye, terlihat Akbar Tanjung hanya tertunduk dan memainkan telepon selularnya. Setelah selesai soal kampanye dirinya, JK pun akhirnya berbicara soal muasal dirinya dipilih jadi menteri pada zaman Presiden Gus Dur. Menurutnya, dirinya terpilih karena profesionalisme bukan karena partai).

JK: "Waktu saya jadi Menteri Perdagangan saya diangkat sebagai JK bukan Partai Golkar, waktu jadi Menkokesra juga, waktu jadi pasangan SBY pada Pilpres 2004 saya juga karena pribadi. Karena saat itu Golkar mengusung Wiranto".

(Sampai di sinipun jamah menyambutnya dengan tepuk tangan. Setelah mendengarkan JK, Akbar yang tadinya mengaku tidak ingin menyampaikan sambutan merasa tergelitik. Karena menurutnya, omongan JK soal profesionalisme perlu dikoreksi).

AT: "Saya mau bilang, pada pertama kali Gus Dur kepilih jadi presiden, kita dikumpulkan semua. Saat itu di situ ada Mega, Amien Rais, Wiranto, saya dan beberapa tokoh reformasi. Gusdur ngomong ke saya, bahwa dia sudah ada calon menteri. Kata Gus Dur waktu itu 'Pak Akbar saya mau mengajak seorang tokoh dari luar Jawa, dan poin pertama dia orang Golkar' saat itu saya tahu itu Jusuf Kalla. Jadi kebuktikan bahwa bukan profesional tapi karena orang Golkar".

(Demikian AT, yang disambut jamaah dengan tawa. Kemudian, Akbar menyindir JK bahwa dirinya bisa menjadi saat ini awalnya karena dia salah satu orang Golkar).

AT: "Kalau politik ya politik aja, kalau profesional kenapa mau jadi Ketum Golkar waktu itu".

(Suasanapun jadi riuh karena tertawa, dan JK-pun terlihat tertawa. Kemudian Akbar berkata, dirinya mendoakan siapapun nanti yang menang berarti memang sudah pilihan rakyat. Dan mengingatkan kepada JK agar tidak mengeluh lelah dalam proses Pemilu).

AT: "Disebut-sebut tadi apa nggak capek, capek fisik. Enggak capek tapi sudah pernah jadi wapres, capres, dan jadi cawapres. Kalau nanti tidak terpilih malunya itu loh. Kita serahkan ke rakyat saja".

(Dan, ternyata JK-pun tak juga berhenti, setelah Akbar selesai memberikan sambutan, JK kembali berbicara ingin memperjelas mengenai profesionalisme saat dipilih jadi menteri, sekaligus sambil pamitan pulang).

JK: "Saya mau klarifikasi, benar jelas sekali yang minta Gus Dur kan bukan partai. Tidak ada partai mengusung saya".

Yup.

Dalam bahasa mimbar, Menteri dalam sistem presidensiil, meskipun diangkat berdasar pertimbangan representasi perimbangan Jawa-Luar Jawa dan dari partai besar sekalipun, ---sebagaimana diungkapkan Gus Dur kepada AT tersebut misalnya, ya pastinya tidak mungkin dikatakan secara formal DIUSUNG oleh partai. Karena hal itu bodoh dan blunder besar, khan?

Oleh karena itu, dalam hal ini, bagaimana dengan TANGKISAN JK berupa simpulannya bahwa “...yang minta Gus Dur kan bukan partai (Golkar). Tidak ada partai (Golkar) mengusung saya", itu?.

Apakah termasuk suatu argumentasi permesivisme yang asal kelihatan menang meski tidak begitu nyambung?

Entahlah. Itulah kelebihan JK, sekaligus mungkin juga merupakan kelemahannya.

Salam.***

REFERENSI:

TRANSKRIP DEBAT final capres cawapres dan saling sindir JK-AKBAR.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun