OLEH: Khoeri Abdul Muid
Seratus meter arah selatan rumah mertua, yang juga tempat tinggal baru saya, ada sebidang halaman dari sebuah gedung bekas gudang beras KUD (Koperasi Unit Desa), produk ORBA (Orde Baru) yang sekarang dalam kondisi sekarat permanen.
Meski gedungnya tak terawat, tapi halamannya relatif bersih karena dipakai penduduk untuk membuka warung-warung kecil yang dilengkapi TV dan cangkruk-cangkruk, semacam gazebo.
Dan, di situlah, beberapa hari yang lalu, ada perhelatan spontan ala nobar (nonton bareng) pertandingan semifinal AFF leg 1 antara kesebelasan tuan rumah, Indonesia vs Viettnam.
Sebagaimana halnya karakter kita, orang Indonesia pada umumnya, segera bisa melupakan dan memaafkan kekecewaan atas tim kebanggaan kita yang dipecundangi Thailand, di awal-awal perhelatan.
Kali ini kita hadir kembali di stadion mayatentu demi kemenangan Indonesia. Dan, Alhamdulillah. Kegairahan kitapun terbayar. Indonesia menang tipis 2-1.
EFEK KARAMBOL
Kali ini bukan soal kalah-menangnya pertarungan itu yang menjadi titik pesona saya. Tapi justru ‘sekedar’ kegairahan nobar itu, euforia itu, dan mungkin, nasionalisme itu yang hebat.
Dalam koridor durasi 90 menitan, secara sporadis kita energik bertingkah liberal layaknya suporter fanatik, bahkan bagaikan garis keras bola ala Indonesia.
Terkadang berteriak-teriak, berjingkrak, menghujat tim lawan, ataupun menyayangkan dengan semena-mena (maido: Jw) pemain tim sendiri yang membuat kesalahan atau gagal mencetak goal ke gawang Vietnam.