OLEH: Khoeri Abdul Muid
"Selamat siang sahabat. Jumpa lagi kita di dumay ha midrash as salamu Alaikum wr WB. Apa kabar tetangga teman adik tiri sahabat kakakmu?" Dhea mengirimkan pesan suara penuh keceriaan di grup kelas. Nadanya ceria seperti biasa, tetapi kali ini menyelipkan keanehan. Di koridor kampus, ia berdiri memegang buku catatan, matanya menerawang ke arah langit kelabu.
"Kawan-kawan, materi tarikh ya. Tarikh artinya sejarah. Sampai di mana kita kemarin?" tanyanya kepada udara kosong. Tapi kali ini, tak ada yang menjawab di grup itu.
Tiga hari sebelumnya, sebuah diskusi biasa berubah menjadi perdebatan panas di kelas. Mata kuliah Tarikh memang sering kali memicu gesekan kecil, tapi kali ini berbeda.
"Dhea, kamu salah besar kalau menganggap peristiwa itu cuma soal perebutan kekuasaan," bantah Naufal, nada suaranya meninggi. Ia dikenal sebagai mahasiswa serius yang jarang emosi, tetapi ada sesuatu yang berbeda hari itu.
Dhea tidak tinggal diam. "Kamu cuma baca teori dari satu perspektif, Naufal. Aku baca lebih banyak referensi! Ini bukan cuma soal siapa yang benar atau salah, tapi soal keberanian melihat kenyataan." Suaranya tajam, penuh emosi yang tidak biasa.
Diskusi itu tidak berakhir di kelas. Di grup WhatsApp, perdebatan berlanjut, dan melibatkan hampir seluruh anggota kelas. Kalimat-kalimat sindiran mulai bermunculan, membuat suasana semakin memanas. Hingga akhirnya, Dhea mengirim pesan mengejutkan.
"Kalau kalian pikir aku salah, buktikan saja! Tapi ingat, kebenaran kadang menyakitkan."
Hari itu, Dhea tidak muncul di kelas. Teman-teman mulai bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Grup kelas mendadak sepi. Semua menunggu, tetapi tak ada kabar darinya.
Di koridor kampus, Naufal terlihat gelisah. Ia memandangi pintu kelas yang setengah terbuka. "Dhea... ke mana kamu?" gumamnya pelan.
Sore itu, seorang teman menemukan sesuatu di loker Dhea. Sebuah amplop cokelat tebal dengan tulisan tangan rapi: "Untuk yang mencari jawaban." Di dalamnya, ada beberapa foto tua, salinan dokumen sejarah, dan sebuah catatan: