Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR Penerbit dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Air Hujan, Air Mata

16 Desember 2024   00:43 Diperbarui: 15 Desember 2024   22:44 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, Nadira duduk di ruang tamu, tangannya menggenggam sehelai daun kering dari pohon di ladang. Daun itu adalah simbol dari harapan yang hampir mati.

Raka berdiri di hadapannya, wajahnya dipenuhi garis kemarahan. "Aku sudah bilang, kalau ladang itu tidak menghasilkan apa-apa, kita jual saja. Aku bisa beli mesin penggiling beras dengan uangnya!"

"Tidak, Mas. Ladang itu adalah jiwa kita. Aku tahu, suatu hari nanti, buahnya akan muncul. Kita hanya butuh waktu."

"Waktu? Berapa lama lagi, Nadira? Sampai kita kelaparan? Sampai anak-anak kita---ah, kita bahkan tak punya anak! Kau tahu kenapa? Karena kau lebih sibuk dengan pohon-pohon bodoh itu daripada membangun keluarga!"

Kata-kata itu menghantam Nadira seperti badai. Ia merasa tubuhnya remuk, tetapi ia tetap berdiri, meski gemetar.

"Mas, pohon-pohon itu mungkin belum berbuah karena aku menyiraminya dengan air yang salah."

"Air yang salah?" Raka mendengus. "Apa maksudmu?"

"Pohon-pohon itu disirami air hujan. Tapi mungkin... mereka butuh air mata."

Air Mata yang Menyuburkan

Malam itu, setelah Raka pergi dengan amarahnya, Nadira berjalan menuju ladang di tengah hujan. Tubuhnya basah kuyup, tapi ia tak peduli. Ia berdiri di antara pohon-pohon yang ia tanam dengan tangannya sendiri.

"Maafkan aku," bisiknya. Air mata mengalir dari matanya, bercampur dengan hujan yang jatuh. "Aku menaruh seluruh harapanku pada kalian, tapi mungkin aku lupa memberikan cinta. Kalian tak hanya butuh air hujan. Kalian butuh jiwaku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun