Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR Penerbit dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelangi di Hati

15 Desember 2024   23:33 Diperbarui: 15 Desember 2024   22:34 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Mawar duduk di tepi taman kecil yang menghadap ke taman bunga depan rumahnya. Sinarnya matahari sore memantulkan warna-warni indah dari pelangi yang mulai muncul di langit, seakan menjawab doa yang ia panjatkan setiap hari.

Hari ini adalah hari yang spesial, tetapi ada sebuah ketakutan yang selalu bersemayam dalam hatinya.

Enam tahun lalu, ia dan suaminya, Arief, memulai kehidupan mereka dengan penuh semangat. Arief seorang guru, sedangkan Mawar mengurus rumah dan anak mereka yang masih kecil. Walaupun mereka memiliki impian besar, kenyataan sering kali berbicara lain.

Ada masa ketika Arief harus berjuang keras mencari tambahan penghasilan dengan mengajar privat sambil tetap menjalankan tugasnya sebagai guru. Mawar sendiri sering harus menjual kue buatan tangannya di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Meski berjuang, ada rasa cemas yang tak kunjung reda dalam hati Mawar. Kadang ia bertanya pada diri sendiri, "Apakah kita bisa bertahan? Apakah kita akan selalu berjuang seperti ini?"

Suatu malam, ketika mereka sedang makan malam sederhana di ruang keluarga, Mawar menatap suaminya dengan serius. “Mas, kita sudah berusaha semampu kita, tapi kita masih kesulitan memenuhi kebutuhan anak-anak. Apa yang harus kita lakukan?”

Arief memandang Mawar dengan mata yang lelah namun penuh cinta. “Kita akan terus berusaha, sayang. Aku masih bisa mencari pekerjaan tambahan. Semoga ada jalan keluarnya,” jawab Arief sambil berusaha tetap tenang.

Namun, Mawar merasa ada yang hilang dalam jawaban itu. Sebuah rasa frustasi yang terus menghantuinya setiap hari. Perasaan itu semakin menguat ketika ia harus melihat anak-anaknya bermain dengan pakaian sederhana dan melihat tetangga-tetangga mereka memiliki banyak hal yang tak mampu ia berikan pada anak-anaknya.

Seminggu kemudian, ketegangan itu memuncak. Mereka bertengkar untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama. Mawar merasa Arief kurang berusaha, sementara Arief berpikir bahwa Mawar tidak memahami tekanan yang ia alami sebagai tulang punggung keluarga.

"Kenapa kamu selalu memikirkan kekurangan ini? Aku sudah bekerja semampuku, Mawar!" teriak Arief dalam kemarahannya.

Mawar memegang kepalanya yang berputar, air mata mulai mengalir deras. “Kamu selalu bilang sudah berusaha, Mas! Tapi lihatlah kita sekarang. Anak-anak kita masih tidur dengan kelaparan beberapa kali!”

Arief terdiam, terkejut dengan kata-kata istrinya. Dalam kemarahan mereka, setiap kata seakan menusuk jantung mereka masing-masing.

Keesokan harinya, Mawar memutuskan untuk menenangkan diri di taman kecil di depan rumah mereka. Pikiran Mawar berkecamuk, ia merasa tidak adil jika ia hanya mengandalkan suaminya untuk mengatasi segalanya. Tapi bagaimana caranya?

Saat ia duduk merenung sambil melihat anak-anak bermain dengan riang di taman, Arief mendekatinya. Senyum suaminya terasa lembut, tetapi masih ada ketegangan di wajahnya.

“Sayang, maafkan aku kemarin,” ujar Arief dengan suara pelan. “Aku hanya terlalu lelah dan terbebani dengan semua ini.”

Mawar menunduk, suaranya bergetar. “Aku juga minta maaf, Mas. Aku hanya merasa takut jika kita tidak bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita.”

Mereka saling berpelukan di bawah langit yang berwarna merah keemasan. Mereka tahu bahwa ini bukan akhir dari perjuangan mereka, tetapi mereka harus belajar saling mendukung, bukan saling menyalahkan.

Hari itu, ketika mereka berjalan bersama di taman sore yang indah, pelangi mulai muncul di langit. Warnanya memukau, memantulkan keindahan yang tak pernah mereka sangka akan mereka rasakan.

Arief memandang pelangi itu dan berbisik, “Lihatlah, sayang. Pelangi ini adalah janji. Kita harus selalu percaya bahwa setiap kesulitan bisa kita lewati jika kita tetap bersama.”

Mawar menatap suaminya dengan penuh harapan. Ia merasakan kehangatan dalam setiap kata Arief. Mereka mungkin masih harus berjuang, tetapi mereka punya satu sama lain sebagai kekuatan.

Perjuangan mereka tidak berakhir di situ. Tetapi dari hari ke hari, mereka mulai memahami bahwa konflik bukan akhir segalanya. Sebaliknya, mereka belajar bahwa berbagi, memahami, dan berjuang bersama adalah fondasi kekuatan mereka.

Arief mencari pekerjaan tambahan dengan giat, sedangkan Mawar mulai membuka usaha kecil-kecilan menjual makanan. Meskipun langkah mereka kecil, mereka tetap percaya pada setiap usaha yang dilakukan.

Mereka menyadari bahwa konflik itu adalah cermin dari ketidaksepakatan yang bisa mereka ubah menjadi kekuatan jika mereka memiliki komunikasi yang baik dan cinta yang tulus.

Pelangi di langit seakan memantulkan kebahagiaan mereka—sebuah simbol bahwa harapan selalu ada meskipun badai mengadang. Nadhi dan Arief tahu bahwa rumah mereka bukan hanya tentang finansial yang stabil atau keberhasilan. Rumah mereka adalah tentang saling memahami, mencintai, dan tetap berjuang bersama.

Dan dengan setiap pelangi yang muncul, mereka kembali diingatkan bahwa dalam hidup, segala kesulitan adalah ujian, tetapi harapan selalu menjadi cahaya yang menuntun mereka menuju kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun