Reno terdiam. Kata-kata itu seperti tamparan keras.
"Kalau kau ragu, cobalah dulu," tambah Rektor sebelum beranjak.
Reno menghela napas panjang. Ia melangkah mendekati salah satu stan, membeli semangkuk bubur krecek dengan uang terakhir yang ia miliki. Hangatnya bubur itu menyelusup ke tubuhnya, tapi yang lebih mengejutkan adalah rasa lega yang muncul di hatinya.
Namun, malam itu, kabar mengejutkan datang. Laboratorium yang baru diresmikan kebakaran akibat korsleting listrik. Semua panik, termasuk Reno yang langsung berlari ke lokasi.
"Semua orang aman? Apa yang terbakar?" tanyanya dengan panik.
"Data-datanya, semua habis!" seru salah satu mahasiswa sambil menangis.
Reno hanya bisa mematung. Tiba-tiba, ia sadar betapa pentingnya program ini bagi banyak orang. Ia merasa bersalah karena telah meremehkan semuanya.
Ketika asap mulai reda, Reno memutuskan untuk melakukan sesuatu yang luar biasa.
"Aku tahu data hilang, tapi kita masih punya semangat. Aku akan bantu kumpulkan ulang semuanya! Kita bangun lagi laboratorium ini dari nol," serunya dengan suara lantang.
Hari-hari berikutnya, Reno menjadi salah satu motor penggerak untuk membangun kembali apa yang hilang. Warga dan mahasiswa bahu-membahu di tengah guyuran hujan yang terus membasahi tanah Iroyudan. Di sana, Reno akhirnya percaya bahwa masa depan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan bersama, bukan dinanti dengan diam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H