Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keladi dan Hati yang Bahagia

11 Desember 2024   20:28 Diperbarui: 12 Desember 2024   11:55 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Keladi dan Hati yang Bahagia. dokpri

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Aku selalu percaya, kebahagiaan sering datang dari hal-hal yang tampaknya sepele. Bagi orang lain, mungkin hanya daun. Tapi bagiku, keladi adalah pelipur lara, penyemangat jiwa. Setiap kali melihat koleksi baruku dengan corak yang unik dan memikat, ada rasa lega, seolah dunia berhenti berisik.

Suatu sore, aku memindahkan keladi hasil berburu dari taman milik Mbak Reina, seorang kolektor keladi yang selalu berhasil membuatku terpukau. Keladi baru itu, dengan semburat merah muda pada daunnya, tampak hidup, seperti menari-nari di atas hijau pekat yang berkilau diterpa cahaya matahari. Itu adalah cinta pada pandangan pertama.

"Astaga, Mom!" seru Raka, putraku yang baru saja pulang sekolah. "Lagi? Itu keladi baru lagi, kan?"

Aku terdiam sejenak, memutar otak mencari jawaban yang tepat. "Iya, Raka. Jangan marah ya."

Ia memandangku dengan sorot mata yang sulit kutebak, tapi tak ada kemarahan di sana. Setelah beberapa detik, ia akhirnya berkata, "Kenapa harus marah? Duitnya Mom sendiri, kan? Asal Mom bahagia, itu yang penting."

Kalimat itu menyentuh sesuatu yang dalam di hatiku. Sederhana, tapi penuh arti. Raka tidak hanya menerima, tapi juga mendukung pilihanku.

Namun, kebahagiaan itu seperti keladi---cantik tapi rentan. Seminggu kemudian, hujan badai melanda, memukul-mukul daun keladiku tanpa ampun. Salah satu keladi kesayanganku rusak. Daunnya sobek, batangnya patah, warna hidupnya memudar dalam semalam. Itu bukan keladi termahalku, tapi punya nilai emosional yang besar.

Malam itu, aku menangis. Aku merasa gagal menjaga sesuatu yang kucintai, merasa egois karena melibatkan Raka dalam kesenanganku, padahal aku seharusnya lebih bijak menggunakan uang.

Keesokan paginya, Raka menghampiriku sambil membawa pot keladi yang rusak itu. "Mom, ayo coba kita tanam ulang. Siapa tahu masih bisa selamat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun