.
OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pendahuluan: Mimpi dan Ketertarikan Budaya
Setelah 13 tahun berumah tangga, saya pernah bermimpi bertemu dengan Sultan Hamengku Buwono X dan diberikan pusaka. Itu mimpi positif yang memicu rasa penasaran akan maknanya. Dalam obrolan ringan bersama teman, muncullah celetukan, "Bawa saja ke Laboratorium Mimpi, Pak."
Laboratorium Mimpi? Tentu ini bukan tempat yang ada di Jawa atau di Indonesia pada umumnya. Namun, ide ini menginspirasi untuk mempelajari mimpi dengan lebih serius---melalui kerangka ilmiah dan psikologis.
Di Indonesia, referensi soal mimpi sering kali bersifat spekulatif, tanpa metodologi yang jelas. Praktik tradisional seperti bertanya kepada tokoh atau orang tua sering kali menjadi jalan untuk memahami makna mimpi. Namun, dalam kajian modern, pendekatan ini harus dibuka dengan metode ilmiah yang lebih terukur.
Mimpi dan Psikologi: Menggali Ilmu Mimpi Modern
Menurut psikolog Rosalind D. Cartwright (1982), studi tentang mimpi dapat dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah seperti studi longitudinal dan analisis kandungan mimpi. Ini memungkinkan kita untuk mempelajari pola dan makna dari aktivitas mental saat tidur dengan lebih ilmiah.
- Metode Pengumpulan Data Longitudinal (Foulkes, 1982):
Studi ini melihat hubungan pola mimpi dalam jangka panjang pada individu untuk memahami hubungannya dengan psikologi dan stres. - Analisis Kandungan Mimpi (Winget & Kramer, 1979):
Melalui metode ini, kita bisa mengidentifikasi simbol dan makna yang sering muncul dalam mimpi individu. - Desain Metode Campuran (Cartwright, 1991):
Ini adalah kombinasi metode laboratorium dan pengumpulan laporan mimpi dari individu di rumah, memberikan perspektif yang lebih luas dan fleksibel.
Mimpi dalam Perspektif Budaya dan Agama
Selain pendekatan ilmiah, dalam tradisi budaya Jawa, pemahaman tentang mimpi sering kali berkaitan dengan intuisi, pengharapan, atau petunjuk dari Tuhan melalui sholat Istikhara. Dalam perspektif ini, mimpi bisa menjadi wahyu atau firman Tuhan, seperti dalam koridor maqom kerasulan.
Dengan kata lain, mimpi bukan hanya sebatas fenomena psikologis tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang perlu dipahami lebih lanjut.