Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sumpah di Makam Sunan Muria

5 Desember 2024   06:00 Diperbarui: 5 Desember 2024   06:01 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Sumpah di Makam Sunan Muria. dokpri

OLEH: Khoeri Abdul Muid

(Oktober 2024, akhir bulan. Langit Colo Muria tampak mengerut, seperti menahan hujan yang enggan jatuh.)

Lydia berdiri di depan makam Sunan Muria. Udara pegunungan yang dingin menusuk kulit, tetapi hatinya terasa lebih dingin lagi. Beberapa hari lalu, pekerjaannya sebagai desainer grafis di kota hampir membuatnya menyerah. Target menumpuk, revisi tak berujung, dan klien yang tak pernah puas. Ia merasa hidupnya seperti robot---berjalan, bekerja, dan lelah tanpa henti.

Hari itu, Lydia memutuskan untuk mendaki Muria, bukan untuk ziarah semata, melainkan untuk mencari kedamaian. Ia berjalan pelan menuju makam, menghirup aroma dupa yang samar. Di hadapan makam, ia berbisik, "Jika aku memang harus kuat, tuntun aku. Jika aku harus melepaskan, beri aku tanda."

Suara doa pelan mengalun dari rombongan lain. Lydia menutup mata sejenak, membiarkan pikirannya kosong. Namun, perutnya tiba-tiba bergemuruh keras, memecah kekhusyukannya.

Ia tertawa kecil sendiri. "Ya Tuhan, bahkan tubuhku tak sabar menunggu."

Di kaki gunung, Lydia menemukan jajaran warung rakyat yang ramai. Ia langsung tertarik pada warung tahu kupat Pak Dompleng yang legendaris. Meja-meja kecil penuh dengan pengunjung yang asyik menyantap hidangan mereka.

"Tahu kupat satu, Pak," katanya sambil tersenyum pada pemilik warung, seorang pria tua dengan topi anyaman yang miring di kepalanya.

"Langsung duduk saja, Mbak. Nanti saya antarkan," balas Pak Dompleng ramah.

Sambil menunggu pesanannya, Lydia memperhatikan rak kecil di sudut warung yang penuh dengan makanan ringan tradisional: grubi, enting-enting wijen, criping gethuk, emping jagung, hingga slondok pedas. Ia mengambil beberapa bungkus, membayangkan rasa manis dan gurih yang akan menghibur hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun