OLEH: Khoeri Abdul Muid
Bab Ibadah dalam Kitab Durrotunnasihin karya Syekh Nawawi al-Bantani mengajarkan tata cara ibadah yang benar, seperti shalat, zakat, puasa, dan ibadah lainnya.
Ajaran ini tidak hanya memiliki nilai spiritual yang tinggi, tetapi juga relevansi yang besar dalam pendidikan karakter, khususnya di tingkat sekolah dasar.
Pembelajaran ibadah ini menjadi sarana untuk membentuk kedisiplinan, tanggung jawab, dan pengendalian diri siswa---nilai-nilai yang esensial dalam pembentukan karakter generasi muda.
Dasar Teori Pendidikan Karakter:
Salah satu teori yang relevan dengan penerapan ibadah dalam pendidikan karakter adalah teori self-regulation (pengaturan diri) yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Teori ini menekankan pentingnya kemampuan individu dalam mengatur perilaku dan pikiran mereka untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam konteks ibadah, seperti halnya dalam shalat yang mengajarkan kedisiplinan dan waktu yang tepat, siswa dilatih untuk memiliki pengendalian diri. Disiplin dalam menjalankan ibadah mengharuskan siswa untuk membangun kebiasaan baik, seperti berdoa dan menjalankan puasa dengan penuh kesabaran, yang juga meningkatkan pengaturan diri mereka dalam kegiatan lain, baik akademik maupun sosial.
Sebagai contoh, di sebuah sekolah dasar di Jakarta, ada seorang siswa bernama Dika, yang awalnya sering terlambat mengerjakan tugas dan sulit mengatur waktu. Namun, setelah mengikuti program yang mengintegrasikan ibadah shalat tepat waktu, Dika mulai menunjukkan perubahan yang signifikan.
Dengan disiplin beribadah, ia belajar untuk lebih menghargai waktu, dan hal ini berdampak positif pada cara dia mengatur jadwal belajarnya. Dika mulai menyelesaikan tugas tepat waktu dan menunjukkan peningkatan dalam prestasi akademiknya.
Selain itu, teori constructivism yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky sangat relevan. Dalam pandangan constructivism, siswa membangun pengetahuan mereka melalui pengalaman langsung dan interaksi sosial.