OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pendidikan karakter di sekolah dasar merupakan suatu upaya penting untuk membentuk pribadi siswa yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berakhlak mulia.
Dalam konteks ini, Kitab Durrotunnasihin karya Syekh Nawawi al-Bantani memberikan panduan yang sangat berharga mengenai adab dan perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak hanya mencakup ibadah kepada Allah, tetapi juga bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia, makhluk hidup lainnya, dan diri sendiri.
Ajaran akhlak dalam kitab ini sangat relevan untuk penguatan karakter siswa di sekolah dasar, karena prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya mencakup adab terhadap Allah, Rasulullah SAW, orang tua, guru, teman, dan bahkan diri sendiri.
Dasar Teori Penguatan Karakter
Pendidikan karakter berakar pada berbagai teori pendidikan yang menekankan pengembangan nilai-nilai moral dan etika dalam diri individu.
Lickona (1991) dalam teorinya menyatakan bahwa pendidikan karakter melibatkan tiga komponen utama: moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral action (tindakan moral).
Hal ini sejalan dengan ajaran akhlak dalam Durrotunnasihin, yang mengajarkan tentang pentingnya tindakan moral yang harus dilakukan dalam berinteraksi dengan orang lain dan diri sendiri. Melalui ajaran ini, siswa diajarkan untuk tidak hanya memahami nilai-nilai moral, tetapi juga mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Albert Bandura, dalam teori Kognitif Sosialnya, menjelaskan bahwa pembelajaran terjadi melalui observasi dan imitasi, yang dikenal dengan modeling.
Di sekolah dasar, nilai-nilai akhlak seperti menghormati orang tua, guru, dan teman-teman dapat diajarkan melalui teladan yang diberikan oleh guru dan orang tua. Ini sesuai dengan prinsip pembelajaran melalui contoh dalam ajaran Durrotunnasihin, yang mengajarkan penghormatan terhadap otoritas, serta kasih sayang dalam hubungan interpersonal.