OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pagi itu, langit di lereng Merapi berselimut kabut tipis, menambah aura misteri perjalanan Ponco dan Silo. Dengan helm dan jaket tebal, mereka menaiki jip yang siap membawa mereka menjelajahi medan penuh tantangan di Merapi Lava Tour.
"Ayo, Ponco, jangan kaku begitu. Merapi ini seperti buku sejarah hidup," ujar Silo dengan semangat.
"Yah, semoga perjalanan ini bukan hanya sekadar rekreasi, tapi ada pelajaran yang bisa kita bawa pulang," sahut Ponco sambil mengencangkan sabuk pengaman.
Setelah melintasi jalanan berbatu yang terjal, jip berhenti di sebuah bunker. Pemandu menjelaskan bahwa bunker itu adalah saksi bisu letusan Merapi yang dahsyat, namun perhatian Ponco dan Silo tertarik pada sebuah jalan setapak kecil di sisi bunker.
"Aku penasaran ke mana jalan itu membawa," bisik Ponco.
Tanpa menunggu, mereka mengikuti jalan itu, hingga sampai di sebuah area yang sunyi. Pohon-pohon besar melingkupi tempat itu, seolah melindungi sesuatu yang berharga. Di tengah, sebuah lempengan batu besar berukir simbol-simbol kuno tertanam di tanah.
Silo mengamati lempengan itu dengan saksama. "Ponco, lihat! Simbol ini mirip dengan gambar relief di Candi Borobudur. Apa ini peninggalan nenek moyang kita?"
Ponco menunduk, tangannya menyentuh permukaan lempengan yang terasa hangat. "Seolah-olah ini masih hidup... tapi bagaimana bisa?"
Tiba-tiba, gemuruh terdengar dari kejauhan. Tanah di bawah kaki mereka bergetar. Mereka melangkah mundur saat sebuah sosok muncul dari balik pohon.