OLEH: Khoeri Abdul Muid
Di pendapa Kadipaten Pati, Adipati Jayakusuma dan Permaisuri menggelar pertemuan penting bersama Patih Penjaringan serta para punggawa. Pertemuan ini dimaksudkan untuk membahas berbagai persoalan kenegaraan.
"Dhiajeng Permaisuri, pada penghadapan ini saya hendak membahas masalah-masalah penting. Saya izinkan kamu untuk ikut menyimak dan memberikan pandangan jika perlu," ujar Adipati Jayakusuma membuka pembicaraan.
"Terima kasih, Kanjeng Adipati. Saya hanya akan mengabdikan bakti setia kepada tuanku," jawab Permaisuri sambil membungkuk hormat.
"Saya terima bakti itu, Dhiajeng. Ganti kamu, Penjaringan. Bagaimana suasana penghadapan kali ini?" tanya Adipati Jayakusuma.
"Berkat restu Kanjeng Adipati, para punggawa hadir dengan penuh semangat, menanti tugas perintah Kanjeng Adipati," jawab Penjaringan dengan penuh hormat.
Adipati Jayakusuma mengangguk. "Baiklah. Pada penghadapan sebelumnya, saya telah menetapkan pelaksanaan sensus penduduk. Saya perlu mengetahui jumlah penduduk Pati dan, yang terpenting, jumlah rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan serta lokasi mereka. Dengan data itu, kita bisa merancang solusi untuk mengentaskan kemiskinan."
"Mohon maaf, Kanjeng Adipati," Patih Penjaringan menyela. "Wilayah Pati bagian selatan, menurut pengamatan saya, masih memerlukan perhatian lebih."
"Benar. Saya juga berpikir demikian. Masalahnya ada pada ketersediaan air. Kita perlu mencari cara agar wilayah selatan bisa mendapatkan pengairan yang cukup. Dengan demikian, tanahnya menjadi subur dan mampu menumbuhkan hasil pertanian yang melimpah," jelas Adipati.
Tiba-tiba, suasana pertemuan berubah karena kehadiran seorang tamu.