"Dia orang jauh, Mbok. Orang Spanyol. Aku bertemu dengannya di sendang."
Belum sempat Suli menjelaskan lebih lanjut, ia tiba-tiba mengeluh kesakitan. "Mbok... perutku... aduh..."
Sadar bahwa putrinya akan melahirkan, Mbok Rondho bergegas memapahnya ke belakang rumah, menggelar tikar dengan cepat. Dengan segala keterbatasan, proses persalinan berlangsung, dan tak lama kemudian tangisan bayi kembar memecah keheningan rumah.
"Gusti Allah, anak saya melahirkan dengan selamat," ucap Mbok Rondho, memeluk dua bayi berkulit putih bersih.
"Mbok, anakku cowok apa cewek?" tanya Suli lemah.
"Kembar cowok! Aduh, rambutnya pirang, matanya biru. Hmh, kayak bule benar," jawab Mbok Rondho sambil menggendong bayi itu. "Jadi, namanya Sirwenda dan Danurwenda, ya?"
Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Ketukan keras di pintu depan membuat Mbok Rondho gelisah. "Tok, tok, tok..." Suara Modin terdengar dari luar. "Nuwuuuun!"
"Sssttt... cepat bawa anak-anakmu masuk ke kamar," bisik Mbok Rondho tegas. Suli segera melarikan diri ke kamar, sementara Mbok Rondho menyambut tamu-tamunya dengan senyum terpaksa.
"Mangga, silakan masuk," ujarnya dengan suara tenang. Namun, kehadiran rombongan Ki Gedhe yang sedang melakukan cacah jiwa (sensus penduduk) membuatnya semakin waspada.
Ketegangan meningkat ketika suara tangis bayi terdengar dari dalam kamar. Ki Gedhe yang curiga langsung meminta penjelasan. Suli tak lagi mampu berbohong. Dengan suara tegas ia berkata, "Dua bayi ini memang anak saya, Ki Gedhe. Namanya Sirwenda dan Danurwenda."
"Lalu, siapa bapaknya?" tuntut Ki Gedhe.