OLEH: Khoeri Abdul Muid
"Ayolah, Kiara! Jangan kaku begitu. Ini kesempatan langka!" Lea memohon dengan nada setengah frustrasi.
Kiara melipat tangan di dada, memandangi jeep-jeep yang berlalu-lalang penuh penumpang. "Lea, aku ini sudah bukan anak muda lagi. Kalau tiba-tiba jeep-nya kebalik, siapa yang mau repot urusin aku?"
Zafran dan Hana, tamu dari negeri jiran yang menjadi alasan perjalanan ini, tersenyum ramah. "Jangan khuatir, Kiara. Di usia kami pun, semangat kena ada! Pengalaman macam ini mana bisa dilepas," ujar Zafran, menepuk bahu Kiara pelan.
Lea tertawa kecil. "Tuh, Kiara. Mereka saja semangat. Kamu kalah dari tamu Malaysia kita, nih?"
Kiara menghela napas panjang. "Kalau jeep-nya cuma muat lima, aku ikut nggak ya? Kayaknya lebih baik nunggu di basecamp."
"Tenang, kita naik defender. Muat sampai delapan orang, lebih luas, lebih stabil," potong Lea.
"Dan lebih mahal," balas Kiara dengan nada skeptis.
"Ya jelas. Tapi semua demi kamu, eh... mereka ding," jawab Lea sambil melirik tajam.
Perjalanan dimulai dengan gelak tawa, tetapi situasi memanas saat defender memasuki jalur berbatu yang terjal. Ardan, sopir yang tampak cekatan, mengendalikan kendaraan dengan gaya penuh percaya diri.
Namun, Kiara yang duduk di kursi depan mulai merasa tak nyaman. "Mas Ardan, ini guncangannya kok lebih kencang dari yang saya bayangkan?" tanyanya dengan suara gemetar.
"Ini masih tahap pemanasan, Mbak Kiara. Kalau mau yang lebih ekstrem, tunggu sampai kita nyebur sungai," jawab Ardan santai, matanya tetap fokus ke jalan.
Di belakang, Lea mencoba memecah suasana dengan guyonan. "Kiara, demi apa kamu ikut ini? Serius, deh. Apa ini demi Zafran dan Hana, atau ada yang lain?"
Wajah Kiara memerah. "Demi tamu, lah!" ujarnya defensif.
Namun, saat kendaraan memasuki jalur air, semuanya berubah. Air menyembur ke segala arah, membasahi kaca dan sedikit masuk ke dalam mobil. Zafran tertawa lepas, sementara Hana sibuk memotret dengan ponselnya.
Ketegangan muncul ketika giliran sesi foto di tengah air. Salah satu ban defender tiba-tiba terperosok ke lubang dalam, membuat mobil sedikit miring.
"Astaga! Apa ini aman?!" seru Kiara, panik.
Ardan turun dengan cepat, mengatur tali derek sambil tersenyum. "Santai saja, Mbak. Ini bukan kali pertama. Kita tarik sebentar, langsung beres."
Zafran, yang biasanya tenang, tampak mulai khawatir. "Kalau ban pecah, macam mana ini? Kami jauh dari tempat tinggal!"
Melihat tamu mulai cemas, Kiara seketika mengambil alih suasana. "Sudah, jangan khawatir. Kita semua pasti selamat. Mas Ardan, cepat selesaikan ini!"
Semua mata tertuju pada Kiara, yang biasanya cemas malah terlihat tegas. Dalam beberapa menit, mobil berhasil ditarik, dan perjalanan berlanjut.
Ketika akhirnya mereka tiba di destinasi terakhir, sebuah spot air terjun kecil, suasana berubah hangat. Kiara, yang tadinya enggan ikut, tampak menikmati pemandangan.
"Demi apa lho ini aku rela ikut semua ini," gumamnya sambil memandang air terjun.
"Demi siapa, maksudnya?" goda Lea dari belakang.
Ardan tiba-tiba berseru, "Mungkin demi pengalaman ini, Mbak Kiara. Atau demi keberanian yang baru Anda temukan."
Kiara tertawa kecil, menatap sopir itu dengan mata penuh arti. "Demi kalian semua. Demi membuktikan bahwa usia bukan alasan untuk menolak tantangan."
Saat perjalanan pulang, Lea berbisik pada Kiara, "Tapi serius, Kiara. Kamu mau ikut lagi kalau Mas Ardan yang nyetir, kan?"
Kiara pura-pura menutup wajah dengan jas hujan. "Astaga, Lea! Jangan bikin gosip!"
Namun, senyumnya mengungkapkan hal lain. Kali ini, perjalanan itu lebih dari sekadar petualangan. Itu adalah awal dari sesuatu yang baru---untuk Kiara, dan mungkin, untuk seseorang lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H