Saat sadar di rumah sakit, ia mendapati dirinya terluka parah. Dokumen itu hilang. Namun, ia tersenyum tipis. Sebelum diserang, ia telah mengunggah sebagian dokumen ke email rahasia.
Artikel Aditya akhirnya diterbitkan secara anonim dan menjadi viral. Rakyat dari seluruh negeri turun ke jalan, menuntut keadilan. Pemerintah terpaksa membentuk tim investigasi khusus.
Namun, saat televisi menyiarkan penangkapan para pejabat korup, wajah salah satu tersangka membuat Aditya tertegun. Itu adalah Bayu, narasumbernya.
Aditya terguncang. Bayu ternyata memberikan dokumen itu bukan karena ingin memberantas korupsi, tetapi untuk menjatuhkan rival politiknya. Kebenaran yang ia perjuangkan ternoda oleh kepalsuan.
"Jadi aku hanya pion di permainan mereka," gumam Aditya. Tapi ia tahu, meskipun ada kebusukan di balik kebenaran, langkah pertamanya telah membuka jalan bagi perjuangan rakyat.
Di meja Aditya, poster bertuliskan "Korupsi, Hancurkan Negeri!" terpasang. Gambar bola dunia yang dicengkeram tangan hitam terasa begitu nyata. Namun kini, ia percaya bahwa tangan hitam itu tidak akan menang selama ada orang-orang yang berani melawan.
"Ini baru permulaan," bisiknya, matanya menatap penuh tekad ke masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H