Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menghargai Cinta Sejati

25 November 2024   21:55 Diperbarui: 25 November 2024   22:17 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Pernahkah Anda merasa betapa berartinya kehadiran seseorang dalam hidup Anda? Seseorang yang selalu mendukung, setia, dan mencintai tanpa syarat, bahkan ketika dunia seakan menguji kekuatan Anda? 

Beruntunglah bagi pria yang memiliki pasangan seperti itu---wanita yang tak hanya hadir di saat-saat bahagia, tetapi juga di tengah perjuangan dan kesulitan. Ini adalah kisah tentang seorang wanita bernama Larasati, yang cinta dan kesetiaannya diuji oleh hidup yang penuh tantangan.

Larasati adalah seorang perempuan biasa, dengan wajah yang tak istimewa dan tubuh yang sederhana. Namun, di balik semua itu, hatinya memancarkan kekuatan yang luar biasa. Sejak menikah dengan Bagas, seorang pria yang penuh ambisi, Larasati sudah tahu betul bahwa hidup mereka tidak akan selalu mudah. Bagas adalah seorang pria pekerja keras yang selalu berusaha keras membangun masa depan yang lebih baik. Namun, perjuangannya tidak pernah mulus. Banyak kegagalan dan rintangan yang datang menghampiri, namun Larasati tetap di sisi Bagas, mendampinginya tanpa pernah mengeluh.

Suatu hari, Bagas mengalami kegagalan besar dalam usahanya. Semua yang dia bangun hancur begitu saja, dan utang menumpuk di hadapannya. Dia merasa dunia telah berbalik melawannya.

"Laras, aku nggak tahu lagi harus bagaimana. Usaha ini sudah gagal total. Semua yang aku bangun hancur begitu saja. Semua impian kita..." kata Bagas dengan suara yang patah.

Larasati menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang. "Mas, hidup ini seperti jalan yang penuh liku. Kadang naik, kadang turun. Tapi bukan berarti kita harus berhenti. Kita tetap harus berjalan, entah pelan atau cepat, kita harus tetap bersama."

Bagas menggelengkan kepala, suaranya terdengar penuh penyesalan. "Tapi kita nggak punya apa-apa lagi. Semua yang aku usahakan selama ini, semuanya hancur. Apa yang harus aku katakan pada orang-orang? Pada kamu? Aku gagal, Laras."

Larasati menyentuh lembut bahunya. "Mas, kita punya satu hal yang tidak bisa dihancurkan oleh apapun. Cinta kita. Itu yang paling penting. Tidak ada yang bisa merampasnya, bahkan kegagalan sekalipun."

"Cinta? Itu tidak cukup untuk membeli makanan atau bayar utang," Bagas berkata, suaranya semakin rendah. "Aku tak bisa memberikanmu yang terbaik, Laras."

Larasati tertawa pelan. "Mas, coba lihat kita, sudah lebih dari cukup. Kita punya satu sama lain, itu sudah lebih dari cukup untuk membuat aku bahagia. Kenapa kita harus takut gagal, kalau kita bisa saling menguatkan? Bukankah itu yang sebenarnya penting?"

Bagas terdiam, matanya menatap Larasati yang penuh keyakinan. Dia tidak bisa menahan rasa terharu yang mulai tumbuh dalam hatinya. "Laras, kamu benar-benar luar biasa. Aku... aku terlalu fokus pada hal-hal yang salah."

Larasati tersenyum lembut. "Kita semua kadang terlena dengan hal-hal duniawi, Mas. Tapi kalau kita punya hati yang kuat dan saling mendukung, apa yang terjadi tidak akan seburuk yang kita bayangkan."

Hari demi hari berlalu, dan meskipun mereka hidup dengan serba kekurangan, Larasati selalu bisa melihat sisi positif dari setiap situasi. Dia tetap menyemangati Bagas, berbicara tentang impian mereka yang masih ada, walau terkadang berat. Namun, setiap kali mereka berbicara, tawa Larasati bisa meredakan ketegangan di hati Bagas.

Suatu malam, setelah makan malam sederhana, Bagas kembali melontarkan kekhawatirannya. "Laras, kamu pasti capek, kan? Hidup kita gini-gini aja terus. Aku nggak tahu lagi berapa lama kamu bisa bertahan."

Larasati tertawa, matanya berkilau. "Mas, jangan khawatir. Aku nggak capek. Kalau capek, aku tinggal tidur. Tapi kalau kamu capek, kamu nggak bisa tidur. Jadi jangan bikin aku khawatir, ya!"

Bagas tertawa pelan, meski masih ada kekhawatiran di wajahnya. "Aku nggak tahu bagaimana bisa membalas semua pengorbananmu, Laras."

Larasati mengedikkan bahunya dengan senyum lebar. "Mas, siapa yang bilang kita harus membalas? Cinta itu bukan soal balas-membalas. Itu soal berbagi, berjuang bersama, dan tertawa bersama. Itu yang membuat hidup ini berharga."

Bagas menatap Larasati, seolah baru menyadari sesuatu yang sangat mendalam. "Aku nggak tahu apa yang akan terjadi besok, Laras. Tapi satu hal yang pasti, aku nggak akan pernah menyerah. Karena kamu ada di sini bersamaku."

Larasati merangkul Bagas dengan erat. "Begitu juga aku, Mas. Aku ada di sini, sekarang dan selamanya. Kita punya satu sama lain. Itu lebih dari cukup."

Malam itu, Bagas tidur lebih nyenyak. Untuk pertama kalinya, dia merasa damai, karena dia tahu bahwa apapun yang terjadi, mereka akan terus bersama. Kekuatan cinta yang dimiliki Larasati mengajarkan Bagas bahwa kehidupan bukan hanya tentang apa yang kita capai, tetapi tentang siapa yang ada di sisi kita saat kita jatuh dan bangkit kembali.

Ke esokan harinya, mereka mulai merencanakan langkah baru dengan semangat yang lebih besar. Meskipun mereka masih hidup sederhana, harapan mereka kembali tumbuh, karena mereka tahu bahwa bersama-sama, tidak ada hal yang tidak mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun