Di tengah hiruk-pikuk janji politik, guru sering menjadi kelompok yang disorot dalam kampanye. Janji peningkatan gaji guru sebesar Rp 2 juta per bulan, seperti yang disampaikan oleh Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, memantik harapan sekaligus skeptisisme. Namun, ketika janji tersebut diikuti oleh klarifikasi bahwa fokusnya adalah pemenuhan sertifikasi guru, muncul pertanyaan besar: Apakah janji ini hanya sekadar angin lalu?
Janji yang Menggiurkan
Dalam pernyataannya di Tapos, Depok, Hashim menyebut bahwa pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berkomitmen untuk menaikkan gaji guru Rp 2 juta per bulan selama 13 bulan, termasuk THR. Bahkan, janji ini juga mencakup guru honorer. Hashim menyampaikan hal ini dengan penuh keyakinan, menegaskan bahwa Prabowo selalu menepati janjinya.
Namun, optimisme tersebut mulai pudar ketika muncul klarifikasi dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Mu’ti. Beliau menyatakan bahwa peningkatan kesejahteraan guru lebih difokuskan pada program sertifikasi. Bukankah sertifikasi adalah kewajiban lama pemerintah? Mengapa dijadikan solusi untuk janji kenaikan gaji?
Klarifikasi yang Tidak Klir
Dalam pernyataan selanjutnya, Mu’ti menjelaskan bahwa janji kenaikan gaji guru mungkin belum terealisasi dalam waktu dekat. Sebaliknya, sertifikasi guru akan menjadi prioritas. Sertifikasi, menurutnya, tidak hanya berdampak pada kesejahteraan tetapi juga meningkatkan kompetensi melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Namun, narasi ini justru terkesan sebagai pengalihan. Janji awalnya adalah kenaikan gaji sebesar Rp 2 juta, bukan sekadar sertifikasi. Ibaratnya, menjawab permintaan nasi dengan memberikan pisau kepada petani.
Jika benar penambahan gaji guru bukan kewenangan Mendikdasmen, publik tentu memahami bahwa keputusan semacam itu adalah ranah presiden. Namun, publik juga tahu bahwa kementerian pendidikan kerap menjadi corong komunikasi terkait kesejahteraan guru. Dalam hal ini, pemerintah perlu menunjukkan konsistensi agar janji tersebut tidak kehilangan substansi.
Mengukur Realisme Janji Politik
Hashim mengklaim telah mempelajari kemampuan keuangan negara dan menyimpulkan bahwa anggaran untuk kenaikan gaji guru tersedia. Namun, tanpa rencana yang konkret, pernyataan ini berpotensi menjadi ekspektasi kosong. Guru, sebagai tulang punggung pendidikan nasional, tidak membutuhkan janji semata. Mereka membutuhkan kepastian.