Hari demi hari, Rafi semakin merasa hidupnya berarti. Bisnis yang ia jalankan berkembang dengan pesat, dan ia menemukan bahwa kedamaian yang ia cari selama ini bukan terletak pada apa yang ia miliki, melainkan pada apa yang ia berikan kepada dunia.
Pada suatu sore, Rafi bertemu kembali dengan nenek tua itu di jalan yang sama. Kali ini, ia berjalan dengan senyum di wajahnya, penuh rasa terima kasih.
"Nenek," kata Rafi dengan suara penuh rasa syukur, "aku sudah mengerti sekarang. Kebaikan yang kita berikan kepada orang lain, itu akan kembali pada kita dengan cara yang tidak terduga. Aku merasa hidupku sekarang penuh, bukan karena harta, tapi karena energi positif yang aku beri."
Nenek itu tersenyum, matanya berbinar. "Begitu, ya? Ingatlah, anak muda, hidup ini bukan tentang apa yang kamu ambil, tetapi tentang apa yang kamu beri. Energi yang kamu keluarkan akan kembali padamu, dan itu adalah kebahagiaan yang sesungguhnya."
Rafi mengangguk, merasa hatinya penuh dengan kedamaian. Ia sadar bahwa hidupnya telah berubah, bukan karena kekayaan yang ia raih, tetapi karena ia telah mulai memberi dengan tulus. Hukum kekekalan energi itu nyata. Apa yang kita berikan kepada dunia, pada akhirnya akan kembali kepada kita---dalam bentuk yang lebih indah dan memesona.
Rafi kini dikenal bukan hanya sebagai seorang pengusaha sukses, tetapi juga sebagai seseorang yang selalu membantu sesama dengan tulus. Ia menemukan kebahagiaan dalam memberi, dan hidupnya pun semakin penuh makna. Energi positif yang ia berikan tidak hanya kembali padanya dalam bentuk kesuksesan, tetapi juga dalam bentuk kebahagiaan yang jauh lebih besar: kedamaian dalam hati yang penuh cinta kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H