OLEH: Khoeri Abdul Muid
Hujan mengguyur lebat di desa kecil itu, menyisakan aroma tanah basah yang menyeruak ke udara. Di balik jendela rumah kayu, Lestari memandang langit yang kelabu. Mata gadis itu sembab, bekas tangisnya masih tampak jelas. Hatinya remuk setelah mendengar kabar bahwa Wira, pemuda yang sudah lima tahun menjadi tambatan hatinya, akan menikah dengan orang lain.
"Kenapa harus dia?" gumam Lestari, suaranya bergetar.
Di luar, suara ketukan pelan terdengar di pintu. Lestari mengusap wajahnya dan bergegas membukanya. Berdiri di sana, Wira, basah kuyup karena hujan.
"Lestari," ucap Wira lirih, napasnya memburu, "Aku harus menjelaskan."
Lestari terpaku, rasa marah dan cinta berperang di dadanya. Ia ingin mengusir Wira, tapi hati kecilnya ingin mendengar penjelasan.
"Kamu nggak perlu datang kalau hanya untuk membuat aku lebih sakit," balas Lestari dengan dingin.
"Aku nggak punya pilihan, Tar," kata Wira, matanya menatap dalam ke arah Lestari. "Ibuku sakit keras. Beliau ingin aku menikah dengan Sari, anak sahabatnya, karena katanya itu akan membawa berkah."
"Dan kamu memilih menyerah begitu saja?" suara Lestari meninggi. "Kita berjuang lima tahun, Wira. Apa artinya semua itu?"
Hening sejenak, hanya suara hujan yang mengisi ruang. Wira menunduk, merasa kecil di depan cinta yang pernah ia bangun dengan Lestari.