Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemimpin dari Bayangan

23 November 2024   03:53 Diperbarui: 23 November 2024   04:00 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dani. instagram/@phrrince

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Malam itu sunyi, hanya suara jangkrik yang terdengar di sela-sela desir angin. Dani duduk di tepi ranjang, memandangi kalender di dinding kamarnya. Esok hari adalah pengumuman kelulusan dari sekolah pelayaran. Ia tahu, nasibnya akan berubah setelah itu---entah menjadi kebanggaan keluarga atau justru aib.

"Mas Dani, percaya dirilah. Kamu pasti lulus," ujar Nanda, adik perempuannya, yang berdiri di pintu.

Dani hanya tersenyum tipis, mengusap kepala adiknya. Tapi di dalam hati, ia gelisah. Tahun lalu, ia gagal dalam ujian akhir karena lalai belajar. Kali ini, ia tak ingin mengulang kesalahan yang sama.

Namun, ada hal lain yang menghantui pikirannya---sebuah rahasia yang ia pendam rapat-rapat.

Beberapa bulan sebelumnya, Dani diam-diam membantu seorang teman bernama Rico menyelinap keluar dari asrama malam hari. Rico ingin merayakan ulang tahun seorang gadis, tapi apesnya, mereka tertangkap penjaga malam.

"Ini salahku, Pak," Dani berkata tegas saat dimarahi kepala asrama.

Rico menatap Dani dengan rasa bersalah, tapi Dani hanya mengangguk kecil. "Aku yang tanggung jawab."

Kejadian itu berbuntut panjang. Rico terbebas dari sanksi, tapi Dani mendapat catatan buruk yang hampir membuatnya dikeluarkan. Meski akhirnya diizinkan menyelesaikan ujian, ia tahu rapornya tak lagi sempurna.

"Kamu bodoh, Dani. Itu salahku," ujar Rico suatu hari.

"Rico," balas Dani singkat, "kamu temanku. Pemimpin itu harus berani tanggung jawab, meskipun buat hal-hal bodoh."

Hari pengumuman tiba. Aula penuh oleh siswa, orang tua, dan para pengajar. Dani duduk di barisan belakang, keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Nama-nama diumumkan satu per satu. Ketika giliran Dani tiba, kepala sekolah berhenti sejenak, lalu menghela napas panjang.

"Dani Prasetyo. Lulus, tapi dengan catatan khusus."

Ruangan mendadak sunyi. Orang-orang menatap Dani dengan rasa ingin tahu. Ia berdiri perlahan, berjalan ke depan untuk menerima sertifikatnya. Namun, bisik-bisik segera menyusul langkahnya.

"Catatan khusus? Apa itu artinya?"

"Pasti dia ada masalah."

Dani memegang sertifikatnya erat-erat, berusaha tetap tenang. Ia tahu, ini harga yang harus ia bayar untuk pilihan yang pernah ia ambil.

Malam harinya, Rico datang ke rumah Dani.

"Aku dengar soal catatan khusus itu. Aku nggak bisa diam lagi," ujar Rico dengan nada serius.

Dani menatapnya dingin. "Nggak perlu. Aku sudah memilih ini. Uripku tanggung jawabku."

"Tapi aku yang salah!"

"Dan aku yang memutuskan buat tanggung jawab," balas Dani tegas. "Rico, nggak ada gunanya jadi pemimpin kalau cuma bisa nyuruh orang lain tapi nggak bisa atur diri sendiri. Aku nggak nyesel."

Rico terdiam. Matanya berkaca-kaca, tapi Dani hanya tersenyum tipis.

Lima tahun kemudian, Dani berdiri di geladak sebuah kapal besar. Seragamnya rapi, lengkap dengan pangkat perwira. Ia baru saja mengakhiri pelayaran panjang di perairan internasional.

"Kapten Dani, ada tamu yang ingin bertemu," ujar salah satu awak kapal.

Dani mengangguk. Ketika ia turun ke dermaga, Rico berdiri di sana, mengenakan pakaian sederhana.

"Aku dengar kamu jadi kapten sekarang," ujar Rico sambil tersenyum canggung.

Dani tertawa kecil. "Kamu nyari aku cuma buat itu?"

"Enggak." Rico menunduk sejenak, lalu menyerahkan sebuah kotak kecil. "Ini... buat kamu."

Dani membuka kotak itu dan mendapati sebuah plakat sederhana bertuliskan: Pemimpin Sejati adalah yang Berani Bertanggung Jawab.

"Makasih," kata Dani, suaranya serak.

"Kamu ngajarin aku banyak hal, Dani," lanjut Rico. "Dulu aku pikir pemimpin itu harus sempurna, tapi sekarang aku tahu: pemimpin itu cuma manusia biasa yang berani berdiri buat pilihannya sendiri."

Dani mengangguk, menatap laut yang membentang di belakang Rico. Dalam hati, ia bersyukur atas semua yang terjadi---kesalahan, pengorbanan, dan keputusan-keputusan yang membentuknya.

Karena ia tahu, menjadi pemimpin bukan soal memimpin orang lain. Tapi tentang keberanian memimpin diri sendiri, dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun