Arif memutar tubuhnya, wajahnya tampak dipenuhi kepedihan yang dalam. "Keputusan kamu sudah jelas, Rina. Kamu memilih untuk berlari. Kamu memilih dia dan lari dari aku."
Rina merasa dunia seolah berhenti berputar. Semua yang mereka bangun, semua kenangan mereka, kini terbungkus dalam amarah yang tak bisa dihapus. "Aku nggak tahu bisa nggak kembali seperti dulu," katanya, suaranya lirih. "Tapi aku hanya bisa minta maaf. Aku benar-benar menyesal."
"Tapi maaf tidak cukup, Rina," kata Arif dengan suara serak, menahan air mata yang hendak jatuh. "Kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan? Kamu merusak kepercayaan, kamu membuat aku merasa seperti orang bodoh yang selalu menunggumu. Dan sekarang kamu datang dengan maaf yang terlambat."
Rina merasakan hatinya seakan terbelah. Ia tahu bahwa permohonan maaf ini, meskipun sekuat apa pun ia mengatakannya, tak akan mampu memperbaiki apa yang telah rusak. Arif sudah terlalu terluka. Dan ia hanya bisa melihatnya, tidak bisa meraih kembali apa yang telah hilang.
"Arif, please..." Rina berusaha mendekat, tetapi Arif menjauh, menahan dirinya. "Aku nggak bisa hidup dengan rasa bersalah ini. Aku... aku cinta kamu."
Arif menatapnya dengan tatapan kosong, seolah ada dinding tebal yang memisahkan mereka. "Kamu tahu, Rina, kata 'cinta' itu nggak cukup. Maaf juga nggak cukup. Aku sudah terlalu lelah, dan aku nggak punya tenaga lagi untuk berharap."
Rina terpaku di tempatnya, amplop yang ia pegang terasa begitu berat. Kata "maaf" yang sudah ia persiapkan dengan begitu lama terasa hampa di udara. Ia mengerti, ia telah terlambat. Permintaan maaf tidak akan bisa mengganti kepercayaan yang telah hilang, tidak akan bisa memperbaiki luka yang terlalu dalam.
Arif berbalik dan melangkah ke dalam rumah, meninggalkan Rina yang terdiam dengan perasaan hancur. Ia tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Semua yang ada kini hanya kenangan yang berangsur memudar. Dalam keheningan itu, Rina menyadari satu hal yang menyakitkan: tidak semua kesalahan bisa diperbaiki dengan maaf. Ada luka yang terlalu dalam untuk bisa disembuhkan.
Saat pintu rumah Arif tertutup perlahan, Rina merasakan sebuah kepedihan yang tak terkatakan. Ia tahu, mungkin tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Mungkin, kali ini, maaf sudah tak ada artinya lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H