Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Kepala Sekolah SDN Kuryokalangan 02, Gabus Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ilat, Ulat, Ulah

22 November 2024   10:54 Diperbarui: 22 November 2024   10:55 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Ilat, Ulat, Ulah. vivabandung.com

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Senja jatuh perlahan di Desa Winarata. Warna jingga membias di atas persawahan, membawa ketenangan yang menipu. Di balai desa, ketegangan berkumpul. Pak Lurah Sastro duduk dengan pandangan tajam, sementara di hadapannya, Raka berdiri dengan kepala tertunduk.

"Kau tahu, Raka?" Pak Lurah memecah keheningan. "Satu kata bisa menyelamatkan seseorang, tapi satu kata juga bisa menghancurkan semuanya."

Raka menggigit bibirnya. Ia ingin berbicara, tapi rasa bersalah menahan lidahnya.

"Kemarin, warga ribut besar gara-gara desas-desus soal tanah bengkok. Kau tahu dari mana isu itu muncul?"

Raka mendongak, mencoba menahan tatapan Pak Lurah. "Saya hanya bercanda, Pak Lurah. Tidak ada niat buruk..."

"Canda?!" suara Pak Lurah meninggi. "Ilatmu itu, Raka, seperti pedang. Apa kau pikir warga yang sudah susah payah menjaga kerukunan bisa menerima candamu begitu saja?"

Raka terdiam, tapi hatinya penuh amarah. Selama ini, ia merasa selalu dipinggirkan oleh warga desa. Ia hanya ingin didengar.

"Pak Lurah, saya tidak bermaksud buruk. Saya hanya..."

"Hanya apa?" Pak Lurah memotong. "Kata-kata bukan satu-satunya masalahmu. Lihat ulatmu---roman mukamu yang seolah-olah tak bersalah. Tingkah lakumu? Ulahmu? Semua hanya memperburuk keadaan. Kau ingin diterima, tapi caramu merusak semua."

Raka menelan ludah. Ia tahu Pak Lurah benar, tapi egonya masih bertahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun