Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Musyawarah Dulu, Dong, Kenapa?

20 November 2024   17:16 Diperbarui: 20 November 2024   17:29 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Ada satu nilai moral penting dalam sila empat Pancasila, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, sebagai ideologi negara Republik Indonesia, yakni: Pengambilan Keputusan Dilakukan Melalui Musyawarah yang Menghasilkan Keputusan yang Adil dan Bijaksana.

Analisis Mendalam: Pengambilan Keputusan Dilakukan Melalui Musyawarah yang Menghasilkan Keputusan yang Adil dan Bijaksana

I. Perspektif Teori

1. Teori Musyawarah untuk Mufakat (Demokrasi Partisipatif)

Musyawarah untuk mufakat adalah salah satu prinsip dasar dalam sistem demokrasi Indonesia, yang tercantum dalam Pancasila, terutama pada sila ke-4, yang mengedepankan musyawarah sebagai cara untuk mencapai mufakat dalam pengambilan keputusan. Teori ini berfokus pada pentingnya keterlibatan kolektif dalam pengambilan keputusan, yang menekankan bahwa keputusan yang adil dan bijaksana dapat tercapai ketika semua pihak yang terlibat aktif dalam diskusi dan negosiasi.

  • Demokrasi Partisipatif: Teori ini mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan. Hal ini berarti bahwa setiap individu, tidak hanya pemimpin atau pengambil keputusan, memiliki kesempatan untuk memberikan masukan dan pengaruh dalam pembentukan keputusan akhir. Proses musyawarah adalah sarana untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
  • Musyawarah sebagai Proses Konsensus: Dalam konteks ini, musyawarah adalah cara untuk mencapai kesepakatan bersama di antara pihak-pihak yang memiliki pandangan atau kepentingan yang berbeda. Hal ini berbeda dengan proses keputusan mayoritas, di mana keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak tanpa memperhatikan pandangan minoritas.

2. Teori Keadilan Sosial (John Rawls)

John Rawls dalam A Theory of Justice (1971) menyarankan bahwa pengambilan keputusan yang adil harus mempertimbangkan kepentingan semua individu, terutama mereka yang berada dalam posisi yang lebih lemah atau terpinggirkan. Dalam musyawarah untuk mufakat:

  • Prinsip Keadilan: Keputusan yang diambil harus memastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan, dan keuntungan dari keputusan tersebut harus dibagikan secara adil. Setiap keputusan harus dapat diterima oleh semua pihak, terutama mereka yang paling terpengaruh oleh keputusan tersebut.
  • Konsensus sebagai Kunci Keadilan: Rawls berargumen bahwa dalam musyawarah, konsensus harus dicapai dengan menghormati perbedaan pendapat dan menimbang kepentingan yang lebih besar. Keputusan yang dihasilkan melalui konsensus adalah keputusan yang lebih mungkin diterima oleh seluruh masyarakat, karena proses tersebut melibatkan perhatian terhadap semua suara.

3. Teori Keterlibatan (Involvement Theory)

Teori keterlibatan menekankan pentingnya partisipasi penuh dari semua pihak dalam proses pengambilan keputusan. Menurut teori ini, ketika seseorang terlibat dalam suatu keputusan, mereka merasa memiliki kontrol terhadap hasilnya dan lebih mungkin mendukung implementasi keputusan tersebut. Dalam konteks musyawarah untuk mufakat:

  • Partisipasi Aktif: Semua anggota kelompok atau masyarakat memiliki suara yang dihargai. Ketika keputusan diambil bersama, melalui diskusi yang inklusif dan melibatkan pertimbangan berbagai kepentingan, hasil keputusan menjadi lebih legitim dan dapat diterima.
  • Keseimbangan Kepentingan: Musyawarah bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang ada, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan satu pihak tetapi juga memperhatikan kepentingan semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun