3. Teori Konflik oleh Lewis Coser
Coser menyatakan bahwa konflik dalam masyarakat tidak selalu destruktif, tetapi dapat memperkuat solidaritas jika dikelola dengan baik.
- Konflik eksternal: Ancaman terhadap bangsa dapat menyatukan masyarakat, seperti pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.
- Konflik internal yang dikelola dengan bijak: Perbedaan pendapat atau gesekan antar kelompok bisa menjadi sarana untuk saling memahami, memperkuat kohesi, dan membangun hubungan yang lebih baik.
4. Teori Interaksi Simbolik oleh Herbert Blumer
Blumer menekankan pentingnya makna simbolik dalam membangun hubungan sosial. Dalam konteks solidaritas bangsa, simbol seperti lagu kebangsaan, lambang negara, dan upacara adat berperan memperkuat identitas kolektif.
- Interaksi simbolik lintas budaya, seperti perayaan bersama hari nasional atau tradisi lintas agama, dapat membangun rasa kebersamaan.
- Pentingnya shared meaning (makna bersama) dalam memperkuat hubungan antar kelompok yang berbeda.
5. Teori Pembangunan Nasional
Pembangunan nasional membutuhkan kohesi sosial untuk menciptakan stabilitas. Tanpa kebersamaan, konflik sosial dapat menghambat program pembangunan. Dalam masyarakat dengan solidaritas tinggi, program pembangunan seperti pendidikan dan infrastruktur dapat diimplementasikan secara efektif karena masyarakat terlibat aktif dalam prosesnya.
II. Data yang Relevan
1. Indeks Perdamaian Global
Laporan Global Peace Index (2023) menempatkan Indonesia di peringkat 47 dari 163 negara. Ini menunjukkan tingkat stabilitas yang cukup baik, tetapi potensi konflik horizontal (antar suku, agama, atau kelompok) masih menjadi tantangan. Persatuan dan kebersamaan diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan peringkat ini.
2. Indeks Modal Sosial
Menurut laporan OECD (2022), modal sosial Indonesia cukup kuat karena tingginya tingkat gotong royong dan kerja sama masyarakat lokal. Namun, ketimpangan sosial dan ekonomi antar wilayah masih menjadi tantangan yang memerlukan upaya solidaritas yang lebih besar.