Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Kurikulum Merdeka Perlu Dihapus dan Kembali ke Kurikulum 2013 yang Genuin?

16 November 2024   16:50 Diperbarui: 27 November 2024   23:48 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kurikulum Merdeka telah menjadi topik diskusi hangat di dunia pendidikan Indonesia.

Awalnya dirancang sebagai respons terhadap tantangan pembelajaran selama pandemi COVID-19, Kurikulum Merdeka diharapkan memberikan fleksibilitas dan penyederhanaan materi untuk mendukung proses belajar-mengajar.

Namun, seiring berakhirnya pandemi dan hasil evaluasi yang menunjukkan berbagai kendala implementasi, muncul urgensi untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini.

1. Legalitas Kurikulum Merdeka: Polemik Nomenklatur

Penggunaan istilah "Kurikulum Merdeka" menuai kritik dari beberapa pihak, termasuk pengamat pendidikan Darmaningtyas. 

Kritikan ini muncul karena nomenklatur "Merdeka" tidak secara eksplisit tercantum dalam Peraturan Mendikbudristek No. 12 Tahun 2024, yang menjadi dasar hukum kurikulum nasional.

Kurikulum Merdeka sejatinya adalah penyederhanaan dari Kurikulum 2013, namun label "Merdeka" dinilai tidak memiliki dasar hukum formal dan dapat dianggap sebagai kebijakan berbasis tokoh tertentu, dalam hal ini Menteri Nadiem Makarim.

Meskipun substansi Kurikulum Merdeka dianggap legal karena berakar pada Kurikulum 2013, nomenklatur yang kontroversial ini menciptakan ketidakpastian dan potensi bias politis, yang dapat menjadi hambatan bagi keberlanjutan kebijakan.

2. Evaluasi Hasil Kurikulum Merdeka: Gagal Mencapai Target

Kurikulum Merdeka diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan nasional, termasuk capaian siswa Indonesia di tingkat internasional seperti PISA (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). Namun, hasil yang dicapai masih jauh dari target:

  • PISA: Hasil terbaru menunjukkan stagnasi atau bahkan penurunan kemampuan siswa Indonesia dalam literasi, numerasi, dan sains.
  • TIMSS: Capaian siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun