OLEH: Khoeri Abdul Muid
"Kenapa lagi?" tanya Yuna sambil melirik sepiring karaage di meja depan Ryu. Potongan ayam terakhir itu tampak menggoda, tapi Ryu duduk terpaku, tatapannya kosong.
"Aku stuck," gumam Ryu, suaranya nyaris tenggelam. "Proyek ini... deadline minggu depan, tapi aku bahkan nggak tahu harus mulai dari mana."
Yuna menopang dagu, pandangannya tajam. "Proyek ini apa benar tujuan hidupmu?" tanyanya sambil menyodok piring Ryu.
Ryu mendengus. "Kalau hidupku cuma buat bikin laporan keuangan, mungkin aku salah jalan."
"Tujuan hidup itu bukan soal apa yang kamu kerjakan, tapi gimana kamu menjalaninya," ujar Yuna. "Kamu tahu konsep ikigai, kan? Itu tentang menemukan sesuatu yang membuatmu merasa hidup. Apa yang kamu cintai, kuasai, dibutuhkan orang lain, dan bisa mendukungmu."
"Ya, ya. Tujuan hidup bla-bla-bla. Tapi itu nggak ngebantu saat aku duduk di depan laptop berjam-jam, nggak ngapa-ngapain."
Yuna tersenyum tipis. "Kadang, masalahnya bukan di ikigai-mu, tapi di cara kamu mendekati pekerjaan. Ayo, kita pecahkan bersama."
"Gimana? Pomodoro? Sudah. Malah sibuk main HP di waktu istirahat. To-do list? Numpuk, malah bikin panik."
"Kamu terlalu keras sama diri sendiri." Yuna menyodorkan laptop Ryu. "Coba pakai shoshin. Itu artinya, lihat pekerjaanmu dengan pikiran pemula. Jangan terbebani hasil akhir. Fokus saja di langkah pertama."