OLEH: Khoeri Abdul Muid
Hari itu terasa berbeda. Sejak pagi, ada perasaan tak biasa yang mengalir di dalam diri. Setelah tiga hari penuh rapat dan pembahasan riset yang tak kunjung selesai, hari keempat datang dengan janji-janji kecil untuk sesuatu yang tak terduga.
Prof. Irene, ketua tim riset tentang penguatan resiliensi dalam mengurangi cyberbullying dengan media animasi interaktif, memanggil saya untuk bergabung dalam sebuah pelatihan online di SMA 8 . Dalam hati, saya merasa ada sesuatu yang menarik, sesuatu yang akan membawa kejutan.
"Siap, Bu! Segera saya persiapkan materi untuk pelatihan nanti," jawab saya melalui pesan singkat kepada Prof. Irene, yang selalu menunjukkan dedikasi luar biasa dalam setiap riset yang digelutinya. Saya merasa beruntung bisa menjadi bagian dari tim ini.
Namun, saat dalam perjalanan menuju SMA 8, saya merenung. Sejujurnya, saya masih meragukan efektivitas metode yang akan kami ajarkan. Saya tahu teori-teori di balik penguatan resiliensi itu penting, tetapi apakah animasi interaktif benar-benar dapat mengubah cara pandang siswa dalam menghadapi masalah serius seperti cyberbullying? Apakah mereka akan menerima ini sebagai solusi, atau justru menganggapnya sebagai hal yang tidak relevan dengan pengalaman nyata mereka?
Begitu tiba di SMA 8, saya disambut oleh suasana yang familiar namun berbeda. Di sudut aula, meja-meja sudah dipersiapkan, dengan projector dan layar lebar menanti untuk menampilkan presentasi tentang pentingnya resiliensi di dunia maya. Tiba-tiba, saya merasa seperti terlempar ke masa lalu.
"Wah, kamu di sini juga?!" suara familiar yang datang dari belakang membuat saya berbalik. Tanpa sengaja, saya bertemu dengan Mbak Pipit---guru PKN yang dulunya adalah mahasiswa saya di universitas. Kami pernah berbicara banyak hal tentang dunia pendidikan, dan sekarang, tak terduga, kami bertemu di tempat yang sama.
"Eh, Mbak Pipit? Wah, ini benar-benar kejutan!" Saya tertawa terbahak-bahak. Kami berpelukan dan mengenang masa-masa kuliah yang penuh tawa, tugas-tugas yang menumpuk, dan diskusi-diskusi yang tak berujung. "Masih ingat nggak waktu kita diskusi panjang lebar soal pendidikan karakter? Sepertinya itu yang mendorongmu jadi guru PKN ya?"
Mbak Pipit tersenyum, "Iya, dulu itu jadi fondasi banget buat aku. Dan sekarang, aku juga lagi belajar banyak tentang dunia digital. Terutama soal cyberbullying yang makin mengkhawatirkan di kalangan anak-anak."
Kami melanjutkan obrolan itu dengan penuh semangat, seakan waktu berputar kembali ke masa lalu. Tak terasa, acara pelatihan dimulai, dan saya harus beralih ke presentasi.
"Selamat datang, teman-teman. Hari ini, kita akan belajar tentang penguatan resiliensi melalui animasi interaktif untuk mengurangi dampak buruk dari cyberbullying," kata saya kepada para peserta yang antusias.