OLEH: Khoeri Abdul Muid
"Lo suka lagu ini?" tanya Raka, suaranya berusaha santai, tapi matanya menyelidik.
Anita hanya mengangguk, tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponselnya yang menampilkan klip video mereka. "Bikin rileks."
Padahal, kalau Raka tahu perasaan yang bergumul di dadanya, mungkin ia tak akan bertanya hal sederhana seperti itu. Video klip di reel yang sedang ditonton Anita hanyalah satu dari sekian banyak koleksi kenangan yang tersimpan di ponselnya---semuanya diabadikan dengan sempurna, seolah tak pernah akan lekang oleh waktu.
Di sudut ruangan kafe, mereka duduk berseberangan. Dulu, tempat ini punya arti spesial. Keduanya akan menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk ngobrol, nonton reel, dan mengumpulkan lagu-lagu yang pernah jadi pengiring momen-momen kecil mereka. Tapi, sejak peristiwa itu, semuanya berubah.
"Gue sempat mikir..." Raka berhenti sejenak, menghela napas panjang, seakan mencari keberanian di udara dingin yang mengambang di antara mereka. "Apa nggak aneh kalau kita berteman lagi?"
Anita tersenyum, senyum yang tajam, tapi matanya masih tertuju pada layar. "Cuma teman?" jawabnya, sinis. "Raka, lo tau kan, gimana lo datang terus pergi kapan pun lo mau?"
Raka terdiam, seolah terjebak dalam pikirannya sendiri. Ia tahu pertanyaan itu bukan benar-benar membutuhkan jawaban, karena di balik senyum itu, Anita sudah tahu jawabannya.
Beberapa bulan yang lalu, saat mereka masih bersama, Raka menghilang tanpa jejak setelah malam itu. Malam yang penuh janji, penuh tawa, penuh rekaman video dan lagu yang akhirnya hanya menjadi koleksi kenangan Anita. Saat Raka muncul kembali, Anita sudah memutuskan---ia akan membalasnya dengan senyum, dengan sikap manis, tanpa pernah memperlihatkan rasa sakit yang ia simpan.
"Kamu masih suka ngumpulin lagu sama foto, ya?" Raka mencoba mengalihkan pembicaraan, sambil menatap ponsel Anita yang penuh dengan video-video reel.