Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Bobot Kinerja 100 Hari Perdana Kabinet Gemuk

23 Oktober 2024   07:42 Diperbarui: 23 Oktober 2024   07:42 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kabinet besar adalah jalan terbaik untuk mengatasi tantangan bangsa? 

Pertanyaan ini semakin relevan saat kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dilantik dengan komposisi terbesar dalam sejarah Indonesia pasca reformasi---48 menteri dan 56 wakil menteri. 

Tidak heran jika muncul kritik, salah satunya dari Dr. Pieter C. Zuklifli, pengamat politik dan hukum, yang mempertanyakan efisiensi kabinet ini. Apakah kabinet yang besar ini mampu bergerak cepat, atau justru terjebak dalam dinamika bagi-bagi kursi politik?

Sejarah politik Indonesia menunjukkan bahwa kabinet yang gemuk kerap kali tidak berkorelasi dengan kinerja yang lebih baik. Dalam politik koalisi, jabatan menteri sering kali menjadi alat tawar-menawar untuk memastikan dukungan politik, bukan karena kebutuhan pemerintahan yang efektif. 

Dr. Pieter menekankan bahwa kabinet sebesar ini bisa memperlambat proses pengambilan keputusan karena kebijakan harus melalui banyak lapisan kepentingan yang saling tarik-menarik.

Dari perspektif politik, kabinet semacam ini mencerminkan teori koalisi---di mana kekuasaan didistribusikan demi menjaga stabilitas politik. Namun, stabilitas ini sering kali mengorbankan kecepatan dan efisiensi. 

Di sisi lain, Prabowo, dengan reputasinya sebagai sosok tegas, menegaskan keinginannya untuk memberantas korupsi dan kolusi yang mengakar dalam sistem birokrasi Indonesia. Dalam pidato kenegaraannya, ia menyebut masih banyak penyelewengan kekuasaan yang membahayakan masa depan bangsa. Namun, apakah kabinet besar ini solusi yang tepat untuk menuntaskan masalah tersebut?

Dalam filsafat politik, pembentukan kabinet besar dapat dianalisis melalui kontrak sosial antara elite politik dan rakyat. Koalisi besar ini mungkin dianggap sebagai upaya menjaga keseimbangan kekuasaan, tetapi dari sudut pandang utilitarianisme, kebijakan yang baik adalah yang memberikan manfaat terbesar bagi rakyat. 

Apakah kabinet gemuk ini mampu menghadirkan manfaat tersebut, atau justru menguntungkan segelintir elite politik?

Dr. Pieter membandingkan kabinet Prabowo-Gibran dengan kabinet Justin Trudeau di Kanada, yang kerap dipuji karena dipenuhi figur kompeten di bidangnya. Di Kanada, jabatan menteri bukanlah alat politik, tetapi posisi strategis yang dipegang oleh ahli di setiap sektor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun