OLEH: Khoeri Abdul Muid
"Benarkah bisa sembuh tanpa obat?" Rina bertanya-tanya, bibirnya bergetar menahan rasa sakit yang berdenyut di pelipisnya. Sudah lebih dari seminggu, sakit kepala sebelah ini tak henti-hentinya menyerang, seolah-olah ada pisau yang terus-menerus menusuk sisi kiri kepalanya.
Sebagai seorang manajer pemasaran di perusahaan multinasional, Rina hidup dalam tekanan tak terbendung. Setiap hari dipenuhi dengan rapat, target, dan presentasi yang harus sempurna di mata para direksi. Namun, sakit kepala ini menjadi musuh yang diam-diam merampas kemampuan terbaiknya. Obat penghilang rasa sakit yang biasanya membantu, kini tidak lagi bekerja. Stres bertumpuk, rasa lelah yang tak tertahankan, dan rasa takut akan kegagalan membuat Rina terpojok.
Hingga suatu malam, di tengah putus asanya, Rina menemukan artikel yang menarik perhatiannya: "Sembuhkan Sakit Kepala Sebelah Tanpa Obat! Ini Cara Alaminya!"
Rina mengernyit, skeptis. "Tanpa obat? Alami? Apa mereka serius?"
Namun, apa pilihan lain yang ia punya? Ketergantungan pada obat hanya membuat tubuhnya menolak. Tidak ada yang tersisa kecuali mencoba sesuatu yang, bagi sebagian orang, mungkin terdengar konyol. Artikel itu menawarkan teknik sederhana---pijatan di titik-titik saraf, latihan pernapasan, dan meditasi.
Rina mengikutinya. Di tengah malam yang sepi, ia memejamkan mata, mulai menarik napas dalam-dalam, seperti yang tertulis. Suara serangga malam menjadi latar belakang yang menemani usahanya meraih ketenangan. Tarik napas... tahan... hembuskan perlahan...
Tapi bukannya lega, kepalanya malah terasa semakin berat. Pelipisnya berdenyut makin keras, hingga amarah perlahan membuncah. "Omong kosong!" bentaknya, membanting ponselnya ke meja.
Dering notifikasi langsung menyusul, sebuah pesan dari bos besar: "Rina, presentasi besok pagi. Pastikan semuanya beres. Jangan sampai mengecewakan."
Rina menggigit bibirnya. Ia menggenggam ponsel dengan tangan gemetar. "Kenapa semuanya seolah menghantamku bersamaan?" pikirnya. Pandangannya mulai kabur. Sakit itu terlalu kuat, seakan tubuhnya memohon untuk berhenti, namun pikiran kerasnya menolak untuk menyerah.