Namun, dalam konteks formal, terdapat pendapat yang menyatakan bahwa ritual semacam itu mungkin tidak relevan. Pelantikan, sebagai momen resmi, seharusnya lebih fokus pada aspek pemerintahan dan kebijakan. Dalam perspektif pragmatis, para pemimpin perlu memperlihatkan profesionalisme dan efisiensi.Â
Beberapa pihak mungkin berpendapat bahwa menghabiskan waktu untuk ritual dapat mengalihkan perhatian dari isu-isu penting yang harus segera diatasi. Di sini, kita dihadapkan pada dilema antara menjaga tradisi dan memenuhi tuntutan zaman, antara aspek kultural dan fungsi pemerintahan.
Kesimpulan
Ritual Midodareni dalam konteks pelantikan Prabowo dan Gibran menyajikan isu yang kaya akan makna. Di satu sisi, terdapat potensi untuk mengadopsi simbolisme harapan dan penghormatan terhadap tradisi, menciptakan ruang bagi nilai-nilai kearifan lokal dalam kepemimpinan.Â
Di sisi lain, penting untuk mempertimbangkan konteks formal dari pelantikan sebagai pejabat publik, di mana pragmatisme dan profesionalisme sangat diperlukan.
Akhirnya, keputusan untuk melibatkan ritual atau tidak akan sangat bergantung pada pandangan dan nilai yang dianut oleh Prabowo, Gibran, serta masyarakat yang mereka wakili.Â
Momen ini berpotensi menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, menciptakan sinergi positif dalam perjalanan kepemimpinan mereka.Â
Refleksi yang mendalam dalam momen pelantikan ini mungkin menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, di mana tradisi dan inovasi berjalan beriringan, menciptakan harmoni dalam kehidupan sosial dan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H