OLEH: Khoeri Abdul Muid
Apa arti sebenarnya dari pertemuan antara dua tokoh besar dalam ruang privat, jauh dari hiruk-pikuk publik?
Momen makan malam antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Plataran, Gelora Bung Karno, tidak hanya sekadar pertemuan informal.
Apakah ini sekadar diskusi santai atau sebuah simbol politik yang lebih dalam?
Dalam lanskap politik modern, gestur dan simbol sering kali berbicara lebih keras daripada kata-kata. Makan malam ini, berlangsung lebih dari dua jam, diabadikan dalam unggahan Instagram Jokowi.
Bagi sebagian, ini mungkin hanya interaksi santai antara dua pemimpin. Namun, dari sudut pandang komunikasi politik, ada pesan tersirat yang lebih besar---keharmonisan, transisi kekuasaan yang mulus, dan kesinambungan pemerintah.
Makan malam tersebut digambarkan sebagai "diskusi santai," tetapi dalam dunia politik, "santai" jarang berarti benar-benar santai. Ada kehati-hatian dalam setiap gerak, pilihan tempat, pakaian, bahkan durasi pertemuan.
Keduanya duduk di meja yang disajikan rapi dengan peralatan makan dan minuman, menunjukkan bahwa meski pertemuan berlangsung dalam suasana informal, keintiman komunikasi formal tidak terlepas sepenuhnya.
Simbol-simbol ini menggarisbawahi pentingnya komunikasi dalam politik. Jokowi, dalam balutan kemeja putih yang selalu diasosiasikan dengan kesederhanaan dan kepemimpinan egaliter, bertemu dengan Prabowo, mantan rival yang kini menjadi Presiden Terpilih. Pakaian Prabowo, setelan krem, mungkin mengisyaratkan pendekatan yang lebih serius dan siap untuk tanggung jawab yang lebih besar.
Pertemuan ini juga mengingatkan kita pada teori komunikasi non-verbal yang menegaskan bahwa hubungan antar pemimpin seringkali lebih terlihat dalam bahasa tubuh dan suasana.