OLEH: Khoeri Abdul Muid
Apakah integritas seorang menteri cukup untuk memajukan negara di tengah kompleksitas global?
Pertanyaan ini menggugat kita untuk merenungkan lebih jauh mengenai syarat yang diajukan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bagi para calon menteri mereka. Menurut juru bicara mereka, Dahnil Anzar Simanjuntak, ada tiga kriteria utama untuk menjadi bagian dari kabinet Prabowo-Gibran: integritas, kompetensi, dan loyalitas. Ketiga aspek ini mungkin terlihat sederhana, tetapi apakah mereka mencakup seluruh prasyarat yang dibutuhkan untuk memimpin kementerian di era modern yang penuh tantangan?
Perspektif Politik: Penguatan Kabinet Zaken atau Politisasi?
Ketika Prabowo mengutarakan niatnya membentuk kabinet zaken---yaitu kabinet yang berisi para teknokrat dengan keahlian khusus untuk menyelesaikan berbagai masalah negara---hal ini seolah memberikan harapan untuk pemerintahan yang efisien. Namun, dalam konteks politik, terutama di Indonesia, apakah ini realistis? Teori politik realpolitik menekankan bahwa kebijakan negara sering kali lebih diwarnai oleh kompromi politik dibandingkan oleh murninya kemampuan teknokratik. Walaupun integritas dan kompetensi memang syarat penting, kenyataannya, setiap pemerintahan tak bisa lepas dari pengaruh politik, termasuk tekanan dari partai koalisi, elit politik, dan bahkan masyarakat sipil yang mengusulkan nama-nama menteri.
Dengan kata lain, meskipun Prabowo dan Gibran menekankan integritas dan kompetensi, loyalitas terhadap agenda politik tetap menjadi faktor dominan. Hal ini sesuai dengan teori elite theory yang menyatakan bahwa elite politik, dalam hal ini partai penguasa dan koalisi pendukung, akan selalu memegang kendali dan mengarahkan kebijakan negara, termasuk dalam pengangkatan menteri. Maka, janji kabinet teknokrat mungkin berujung pada politisasi jabatan demi menjaga stabilitas koalisi dan kepentingan partai.
Perspektif Hukum: Integritas dalam Bingkai Pemberantasan Korupsi
Integritas sebagai syarat pertama yang diajukan Prabowo tentu sangat relevan jika dilihat dari perspektif hukum, khususnya dalam konteks pemberantasan korupsi. Integritas, dalam kacamata hukum, berkaitan erat dengan kepatuhan terhadap aturan serta komitmen untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan. Dalam theory of good governance, integritas pejabat negara adalah fondasi utama dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Namun, integritas tanpa adanya sistem pengawasan yang kuat serta budaya hukum yang mendukung akan berujung sia-sia.
Hukum di Indonesia telah menyediakan instrumen untuk memastikan bahwa pejabat negara berintegritas, seperti Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan mekanisme whistleblowing. Namun, tantangan yang muncul adalah bagaimana integritas yang ditekankan oleh Prabowo ini dapat benar-benar diterapkan dalam struktur pemerintahan yang rentan terhadap korupsi sistemik. Tanpa pengawasan yang memadai, korupsi tetap bisa berkembang meskipun seorang menteri dianggap memiliki integritas yang tinggi.
Teori Organisasi dan Kompetensi: Cukupkah Keahlian untuk Memimpin?