Sejenak, ruangan itu sunyi. Hanya suara kipas angin tua yang berderit memenuhi udara. Ironis, pikir Bu Mira. Mereka yang seharusnya dihormati sebagai pilar bangsa kini hanya menjadi penonton dalam drama janji politik yang tak pernah berakhir, sementara inflasi terus menghancurkan harapan mereka.
"Saya ingat, waktu itu saya bilang ke anak saya, 'Tunggu, sebentar lagi gaji ibu naik, kita bisa beli buku baru buat kamu.' Tapi sekarang, anak saya malah tanya, 'Kapan gaji ibu benar-benar cukup buat semuanya?'" kata Bu Mira, sedikit tertawa, tetapi matanya tampak sendu.
Pak Hisyam pernah berkata, "Melihat kemampuan APBN..." Para guru saling berpandangan, mengingat janji tanpa syarat yang pernah dilontarkan Hisyam. "Waktu janji itu dibuat, kan nggak ada syarat kalau APBN mampu atau tidak," sanggah salah satu guru.
Pak Danu mengangguk. "Betul, kita ini dijanjikan, bukan diberi syarat tambahan. Kalau begitu, janjinya harus ditunaikan."
Guru lain, Bu Rina, mencoba menenangkan. "Sabar dulu, Pak. Petinggi belum dilantik. Nanti kalau sudah, janji itu pasti ditunaikan."
Pak Hisyam selalu mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada watak berbohong. Namun, janji yang dibuatnya kini terasa semakin jauh dari kenyataan. Salah satu guru lainnya menyarankan cara lain. "Menurut saya, cara kita berjuang adalah dengan terus memviralkan video janji Hisyam. Mengingatkan orang untuk menunaikan janjinya itu juga ibadah, lho. Dalam agama, janji adalah hutang."
Beberapa guru mulai menunjukkan optimisme. "Kita harus percaya bahwa janji itu akan ditepati," ujar Bu Mira. "Mungkin hanya tinggal waktu. Paling lambat 1 Januari 2025, karena APBN 2025 sudah menjadi kewenangan petinggi baru. Kita hanya perlu bersabar sedikit lagi."
Pak Danu menepuk meja. "Ini tidak adil! Setiap kali harga naik, kita yang dikorbankan. Pemerintah tahu inflasi menghantam kita semua, tetapi apa yang mereka lakukan? Mereka mengabaikan kita, seperti biasanya."
Bu Rani tersenyum pahit. "Kita hanya bisa menunggu, Pak. Mungkin saat pemilu berikutnya, Hisyam akan datang lagi dengan janji baru, dan kita terjebak berharap sekali lagi."
Pak Danu tertawa keras. "Ah, kalau begitu, mungkin dia akan menjanjikan kita kenaikan gaji setiap tahun atau tunjangan inflasi permanen!"
Bu Mira tertawa kecil, tetapi di dalam hatinya, ia tak bisa lepas dari kenyataan bahwa janji-janji itu telah membuat mereka semua berharap. Mereka, para guru, adalah orang-orang yang hidup dengan prinsip mendidik generasi muda, tetapi ironisnya, mereka sendiri harus terus belajar dari kekecewaan politik dan dampak ekonomi yang semakin menghimpit.