OLEH: Khoeri Abdul Muid
Ketika itu saya membersamai Bu Doktor Prat, guru besar sekaligus kolega cerdas saya. Saya dari tim eksekutif CSP beliau dari tim pakar CSP. Hari pertama perjalanan kami, dimulai di Genting Highlands, dataran tinggi yang memesona, menjanjikan petualangan yang tak terlupakan. Seperti perjalanan hidup yang dipenuhi liku-liku, kami memilih untuk naik gondola. Di sinilah, dalam suasana penuh harapan dan antusiasme, kami mendapati diri kami memasuki dunia yang baru.
Dalam Islam, perjalanan adalah bagian dari proses pembelajaran. "Perjalanan adalah cara untuk mengumpulkan pengalaman dan pengetahuan," kata Ibn Battuta, seorang pelancong legendaris. Setiap perjalanan yang kami ambil bukan hanya sekadar perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga sebuah pencarian makna dan pencerahan. Kami membeli tiket di Genting Premium Outlet, mengawali petualangan ini dengan rasa ingin tahu dan semangat yang berkobar.
Ketika gondola mulai meluncur, kami menyaksikan keindahan alam yang terbentang di bawah. Namun, semakin tinggi kami melangkah, kabut tebal mulai menyelimuti pemandangan, seperti tantangan hidup yang kadang membuat kita merasa tersesat. Dalam filsafat eksistensial, ada pemikiran bahwa hidup ini dipenuhi dengan ketidakpastian, dan kita harus berani mengambil langkah meski jalan terlihat samar. Beberapa dari kami mulai merasakan sedikit kegelisahan, tetapi perjalanan ini mengajarkan kami untuk bersabar dan menikmati setiap momen, baik yang indah maupun yang menantang.
Setibanya di Genting Highlands, kami disambut oleh pusat perbelanjaan yang megah. Mall ini bukan hanya tempat bermain kasino, tetapi juga surga bagi para pencinta belanja. Merek-merek internasional terpajang di rak-rak, menarik perhatian banyak orang. Dalam konteks teori konsumerisme, mall ini mencerminkan budaya materialisme yang semakin berkembang, di mana nilai diri sering kali diukur dari apa yang kita miliki. Namun, saya tak merasa terpengaruh. Saya adalah seseorang yang lebih menghargai pengalaman daripada barang-barang bermerk. "Lebih baik memiliki pengalaman daripada barang-barang yang hanya menghiasi dinding rumah," pikir saya.
Setelah menikmati suasana belanja, kami berencana melanjutkan perjalanan ke Chin Swee Temple. Namun, nasib tidak berpihak. Lift rusak dan tantangan baru pun muncul. Dengan mempertimbangkan keberadaan Ibu mil dan dua lansia yang termasuk dalam kategori OKU (Orang Kurang Upaya), keputusan untuk melanjutkan perjalanan ke sana menjadi sulit. Dalam kehidupan, sering kali kita dihadapkan pada pilihan yang memerlukan pengorbanan. Sebagaimana dalam teori utilitarianisme, keputusan terbaik adalah yang memberikan manfaat terbesar bagi banyak orang. Kami memilih untuk mengutamakan keselamatan dan kenyamanan bersama.
Setelah perjalanan yang menuntut fokus, kami melanjutkan dengan sesi belanja yang lebih santai. Di sinilah, di antara berbagai barang yang tersedia, saya menyadari bahwa membeli adalah tentang memilih apa yang memang diperlukan, bukan sekadar mengikuti arus. Seperti yang diajarkan dalam Islam, "Hendaklah di antara kamu ada perdagangan yang saling menguntungkan." Kami berbelanja dengan bijak, memastikan setiap pembelian berarti.
Malamnya, di hotel Santagrandclassic, suasana kembali serius. Saatnya mempersiapkan presentasi untuk UM. Bu Dr. Surti, sebagai presenter utama, mempersiapkan materi dengan penuh dedikasi. Saya terlibat dalam pembuatan PowerPoint, merasa terhormat bisa berkontribusi meski dengan cara yang sederhana. Dalam setiap slide, saya merasakan harapan akan kerjasama yang lebih baik antara UM dan CSP.
Seperti halnya di Genting, perjalanan ini bukan hanya tentang tujuan akhir, tetapi juga tentang proses yang kita lalui. Ada saat-saat ceria, tetapi juga tantangan yang menguji kesabaran dan kerja sama kami. Dalam setiap langkah, kami belajar bahwa kehidupan ini adalah kombinasi dari berbagai pengalaman---serius dan santai, suka dan duka---yang semuanya membentuk siapa kita saat ini.
Dengan tekad untuk terus belajar dan berkontribusi, saya menutup hari pertama ini dengan rasa syukur. Perjalanan ini, dari gondola yang meluncur tinggi hingga momen persiapan presentasi, menjadi pengingat akan pentingnya setiap pengalaman yang membentuk diri kita.