Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerpen) Kedaulatan di Ujung Jalan

2 Oktober 2024   21:11 Diperbarui: 2 Oktober 2024   22:53 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Apa arti kedaulatan ketika rakyat kecil justru menderita? Pertanyaan itu selalu mengganggu pikiran Budi, seorang pemuda desa yang setiap hari membantu orang tuanya bertani di sawah. Meski hidup sederhana di pedalaman, hatinya merindukan pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia yang sering kali terasa tak adil. Ia tahu ada yang salah, tetapi belum bisa mengungkapkan dengan jelas.

Suatu malam yang gelap, tanpa cahaya bintang, Budi duduk di depan rumahnya. Angin berembus pelan, membawa kabar dari jauh tentang konflik global yang terus berkecamuk. Sebuah berita di radio tua milik ayahnya menyebut tentang pertemuan para pemimpin dunia, termasuk Vladimir Putin, Presiden Rusia. Berita itu berbicara tentang konflik di Ukraina yang seolah tak ada ujungnya, dan bagaimana dunia terpecah antara yang mendukung dan menentang Rusia.

Budi merasa hatinya bergejolak. Ia tak paham sepenuhnya tentang politik internasional, tetapi kata 'kedaulatan' selalu menggema di benaknya. Di tengah keheningan malam, ia membayangkan dirinya berbicara langsung dengan Putin, mencoba memahami sisi lain dari konflik yang selalu disorot media.

"Selamat pagi, Presiden Putin," dalam pikirannya, Budi memulai percakapan. "Saya hanya seorang pemuda dari desa kecil di Indonesia, tapi saya ingin tahu---kenapa negara besar seperti Rusia begitu terobsesi mempertahankan wilayahnya, bahkan dengan kekerasan?"

Dalam bayangannya, Putin menatapnya tajam, tetapi bukan dengan kemarahan. "Selamat pagi, Budi," jawab Putin. "Kedaulatan adalah segalanya bagi sebuah negara. Jika kami tidak mempertahankannya, apa yang tersisa? Di dunia ini, tidak ada negara yang bisa berdiri sendiri tanpa mempertahankan wilayahnya dari ancaman luar."

Budi mengangguk, tetapi hatinya terasa semakin gelisah. Ia ingat konflik yang jauh lebih dekat di hatinya: tanah pertanian di desanya yang telah diambil alih oleh perusahaan besar untuk dijadikan tambang. Penduduk desa tak bisa berbuat apa-apa. Mereka berusaha melawan, tetapi suara mereka ditenggelamkan oleh kekuasaan yang lebih besar.

"Presiden Putin," Budi kembali berbicara dalam pikirannya, "saya mengerti apa yang Anda maksud dengan kedaulatan. Tapi apa gunanya mempertahankan kedaulatan jika pada akhirnya rakyat kecil menderita? Di desa saya, kami kehilangan tanah karena orang-orang kuat yang datang dengan janji palsu. Mereka bilang ini demi kemajuan, tapi yang terjadi justru kemiskinan dan kesengsaraan."

Bayangan Putin tersenyum tipis. "Budi, itu adalah dilema yang selalu ada dalam politik. Kedaulatan negara seringkali diperjuangkan oleh segelintir elit, tapi yang menanggung beban adalah rakyat. Namun, tanpa kedaulatan, kita semua tidak akan memiliki tempat untuk pulang. Kita akan dijajah oleh kekuatan luar."

Kemarahan mulai membuncah di dalam diri Budi. "Lalu bagaimana dengan kami? Kami juga punya hak atas tanah kami. Apa kedaulatan hanya milik negara, bukan rakyatnya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun