Putin terdiam sejenak. "Rakyat adalah jantung dari kedaulatan. Tapi sayangnya, kekuatan dunia sering tidak peduli dengan nasib rakyat kecil."
Budi tidak bisa lagi menahan kegelisahannya. "Tapi apakah kedaulatan layak diperjuangkan jika itu artinya menghancurkan kehidupan orang-orang kecil? Bagaimana bisa Rusia, atau negara manapun, mengklaim mempertahankan kedaulatan, sementara rakyatnya---atau dalam kasus saya, rakyat Indonesia---dipaksa menderita?"
Seketika, Budi merasa dialog khayalannya runtuh. Kenyataan menghantamnya keras. Budi teringat bagaimana ayahnya jatuh sakit karena stres setelah tanah pertanian mereka diambil paksa oleh perusahaan tambang. Ibu Budi tak pernah lagi tersenyum karena harus berjuang mencari pinjaman untuk membayar utang yang terus menumpuk.
Dengan dada yang sesak, Budi mengutuk kedaulatan yang selalu dibanggakan para pemimpin, tetapi tak pernah memberi ruang bagi rakyat seperti dirinya. Konflik di Ukraina, tambang yang merenggut tanah desanya---semua itu hanyalah cerminan bagaimana orang kecil selalu menjadi korban dari keputusan yang dibuat jauh di atas sana.
Pada saat yang sama, Budi merasa lelah melawan kekuatan yang begitu besar. Ia ingin menyerah, tetapi di dalam hatinya, ia tahu tak bisa membiarkan ini berakhir begitu saja. Budi bertekad untuk melakukan sesuatu, apapun itu, meskipun kecil. Ia harus mulai dari desanya, dari orang-orang yang sama-sama kehilangan kedaulatan atas tanah mereka.
Budi berdiri dari tempat duduknya, menatap kegelapan malam yang terasa begitu berat. Esok hari, ia akan bertemu dengan para tetua desa, berbicara tentang tanah mereka yang hilang, tentang hak yang dirampas, dan bagaimana mereka bisa berjuang untuk mendapatkannya kembali.
Dalam hatinya, Budi sadar bahwa kedaulatan bukan hanya soal negara besar yang bertempur di panggung dunia, tetapi juga tentang rakyat kecil yang mempertahankan tanah dan hak hidup mereka. Dan perjuangan itu, meski tampak sia-sia, adalah jalan panjang menuju kedaulatan yang sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H