OLEH: Khoeri Abdul Muid
"Apakah kamu benar-benar mengerti Pancasila?" tanya Ponco tiba-tiba, memecah keheningan bakda isyak yang mulai diselimuti langit jingga.
Silo, yang sedang menyesap kopinya, menoleh. Matanya sedikit menyipit. "Tentu saja, itu dasar negara kita," jawabnya pendek, meski raut wajahnya menyiratkan keraguan.
Ponco tersenyum, tapi matanya berbinar penuh makna. "Tapi, pernahkah kamu benar-benar memikirkan apa arti di balik setiap sila? Lebih dari sekadar hapalan?"
Silo terdiam sejenak. "Hm, jujur, belum pernah kupikirkan sampai sedalam itu."
Ponco mengangguk. "Aku dulu juga begitu. Tapi Pancasila itu lebih dari sekadar ideologi negara, Lo. Ini panduan hidup. Lihat sila kedua, tentang kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam Islam, ada konsep ukhuwah---persaudaraan. Pancasila sejalan dengan itu."
Silo mengangkat alis, tertarik. "Jadi maksudmu, Pancasila juga menyentuh hal spiritual?"
"Betul," jawab Ponco cepat. "Sila pertama saja sudah jelas. Hidup bernegara bukan hanya soal politik, tapi juga soal kesadaran bahwa ada Yang Maha Kuasa di atas segalanya."
Silo mengernyit, berusaha merangkai pemahaman baru yang masuk ke pikirannya. "Lalu, bagaimana menurutmu, Pancasila bisa diterapkan di zaman modern seperti sekarang?"
"Kamu tahu teori kontrak sosial Rousseau?" Ponco balik bertanya.