OLEH: Khoeri Abdul Muid
Di sebuah desa yang sepi, dikelilingi oleh ladang hijau dan pohon mangga, hiduplah seorang wanita bernama Lily. Sejak kecil, ia dibesarkan dalam tradisi yang menekankan pentingnya garis keturunan. Namun, kehamilan pertamanya mengubah segalanya. Perutnya yang membesar bukan hanya tanda kehidupan baru, tetapi juga pembawa harapan dan beban yang tak terduga.
Seiring waktu, Lily merasakan hasrat yang menggelora---sebuah keinginan aneh dan tak terduga: ia ingin mengelus Claire, tetangga yang dikenal sebagai penyanyi dangdut terkenal. Setiap kali ia melihat Claire tampil di panggung, rasa itu menguasai pikirannya, seolah ada suara gaib yang memanggilnya. David, suaminya, terjebak dalam gelombang kebingungan dan ketakutan. "Ini tidak normal, Lily!" teriaknya, tetapi suara David tenggelam dalam desakan emosional istrinya.
Lily merasa seolah-olah dunia akan runtuh jika keinginannya tidak terpenuhi. "Anak kita akan terlahir cacat! Kau tidak mengerti betapa pentingnya ini!" air mata mengalir di pipinya, mengaburkan pandangan. David, merasa terjepit antara cinta dan rasa tanggung jawab, mencari nasihat dari Jake, sahabat karib yang selalu memiliki solusi.
Jake, dengan senyum misterius, memberi saran. "Bawa Lily bertemu Claire, buat situasi menjadi lebih ringan. Cobalah untuk membujuknya." Rencana itu tampak sederhana, namun jiwanya terjebak dalam kesulitan yang dalam.
Hari pertemuan tiba, dan suasana terasa mencekam. Saat Claire muncul dengan aura bintang, Lily bergetar, ketegangan semakin mendalam. David berusaha untuk meredakan suasana, tetapi ketika air minum tumpah ke Claire, kegelapan meliputi ruang. Claire berteriak, panik melihat air yang membasahi pakaiannya. Dalam kekacauan, David, dalam keadaan putus asa, terpaksa mengelus bagian tubuh Claire untuk menenangkan. Namun, tindakan itu hanya memperburuk keadaan.
Claire, marah dan terhina, mengancam akan menceritakan kejadian ini ke publik. "Kau tidak bisa melakukan ini padaku!" teriaknya. Dalam kegentingan, David merasakan jantungnya berdegup kencang. "Tunggu! Ini bukan apa-apa! Semuanya karena keinginan istriku!" Namun, kata-katanya tidak menenangkan, malah menyulut kemarahan Lily.
"David!" serunya, suaranya penuh luka. "Kau lebih memilih dia daripada aku?" Dengan api kemarahan berkobar di matanya, Lily merasa dikhianati. Ruangan dipenuhi ketegangan, seperti badai yang siap menghancurkan segalanya. Jake berusaha mencairkan suasana, tetapi suasana semakin membara.
Dalam momen krisis, saat semua tampak hancur, Lily terjatuh, menangis dengan keras. "Aku hanya ingin anak kita lahir sempurna! Kenapa kau tidak mengerti?" Suara tangisnya menggema, menembus hati David. Dalam keheningan, ia merasakan betapa dalam rasa cemas dan ketakutan istrinya.
Dari sudut ruang, Claire merasakan simpati. Melihat penderitaan Lily, ia mulai meragukan ancamannya. "Kita bisa menyelesaikan ini," katanya pelan. Akhirnya, suasana mulai melunak, dan di tengah ketegangan, David dan Lily berusaha membuka hati satu sama lain.