Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Badai dan Pelangi

22 September 2024   16:08 Diperbarui: 22 September 2024   16:23 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ratri tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Aku juga butuh waktu untuk mencerna semuanya."

Mereka berbicara lama, kali ini tanpa topeng kebahagiaan yang dulu sering mereka pakai. Untuk pertama kalinya, Ratri merasa benar-benar mendengarkan dan didengarkan oleh sahabatnya. Di tengah obrolan itu, Ratri menyadari satu hal: di saat-saat terburuk inilah ia bisa melihat siapa yang benar-benar peduli.

Setelah pertemuan itu, Ratri mulai membuka dirinya kembali. Ia mulai mencari makna di balik badai yang menimpa hidupnya. Ia tahu, semua ini adalah proses untuk menemukan dirinya yang sejati, jauh dari gemerlap dunia yang dulu ia anggap segalanya. Hidupnya kini lebih sederhana, tapi ia mulai menemukan keindahan di balik kesederhanaan itu.

Ratri mulai mengikuti kelas yoga dan meditasi, sesuatu yang dulu ia anggap tidak penting. Di sana, ia belajar tentang ketenangan batin dan penerimaan. Ia juga mulai terlibat dalam kegiatan sosial, membantu orang-orang yang kurang beruntung. Dalam proses itulah, Ratri menemukan makna di balik cobaan hidupnya. Ia belajar bahwa hidup tidak hanya tentang mengumpulkan harta atau mencari kebahagiaan dari luar, tapi tentang menemukan kedamaian di dalam diri sendiri.

Badai hidup Ratri belum sepenuhnya reda. Namun, ia kini mampu melihat pelangi yang mulai muncul di ufuk kehidupannya. Tuhan memang tidak pernah menjanjikan langit yang selalu biru, tapi Ratri tahu bahwa setiap badai pasti berlalu, dan di balik setiap air mata pasti ada senyum yang menunggu.

Sambil menatap senja yang mulai memerah di cakrawala, Ratri tersenyum. Hidup ini memang hanya singgah sebentar untuk minum, "bebasan mung mampir ngombe,"  tapi ia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa selama ia masih di sini, ia akan membuat hidupnya berharga.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun