Orang Jawa memiliki konsep kesejahteraan yang unik. Karena salah satu tolok ukurnya adalah kebahagiaan yang diindikasikan dengan tingkat ketertawaan.
Hal ini antara lain tercermin pada dialog kethoprak (seni drama tradisional Jawa). Ketika pegawai kerajaan melaporkan keadaan rakyatnya, sering menggunakan frasa “rakyat sami girang gumuyu” (rakyat pada senang dan tertawa, termasuk juga tersenyum).
Sementara itu instrumen ketertawaan orang jawa juga unik, yang di antaranya berujud cangkriman (tanya-jawab). Yaitu berupa kalimat atau kata yang harus ditebak.
Cangkriman dirancang sebagai candaan yang terkadang membutuhkan proses berfikir rangkap, namun ya ringan-ringan saja dengan hasil sedikitnya senyuman.
Ada beberapa varian cangkriman, misalnya wancahan (akronim), pepindhan (analog), blenderan (plesetan), permainan asumsi, pantun dsb. Hingga gaya campuran.
Cangkriman memang mentreatmen pikiran dan perasaan seolah-olah ada pada posisi tertentu padahal sebenarnya bukan di situ. Karena itulah cangkriman kadang-kadang membutuhkan kecerdasan tersendiri dan yang pasti harus khusnodlon (berbaik sangka).
Mau tahu contohnya?
Varian 1: Suru bregitu = asu turu di bregi watu (anjing tidur dijatuhi batu).
Varian 2: Sega sekepel dirubung tinggi(nasi sekepal dirubung tinggi) = salak.
Varian 3: Bapak pucung, rèntèng-rèntèng kaya kalung. Dawa kaya ula, pencokanmu wesi miring. Sing disaba, si pucung mung turut kutha.(Siapa aku, rerangkaian seperti kalung. Panjang kayak ular, tumpuanmu besi miring. Yang di tuju, si Aku, ya hanya menyisir kota). = Apakah itu? (ia adalah sepur/kereta api).
Varian 4: (1). Wajik klethik gulane Jawa, WULUNE SITHIK, BARANGE DAWA... (Panganan terbuat dari beras ketan gulanya gula merah...bulunya sedikit, barangnya panjang). Apakah itu? (Ia adalah tales kimpul/ubi tales tunggal memanjang).