sumber ilustrasi: wikipedia
Siti Rokhana yang adik Sultan Turki, Abdul Aziz, bersama para mbak-mbak emban (asisten)-nya sedang bersuka cita naik beberapa prahu di pantai laut Hitam.
“Hai… ayo, mban… ‘ndayungnya yang kenceng biar prahunya laju…. Ayo….. he he he……”, teriak Siti Rokhana.
“Ayo, Tuan Putri… Prahu Tuan kami salip lo….”, teriak mban yang menumpang prahu lainnya.
Eit! Wush… wush… wush… Tiba-tiba saja terdengar suara dari arah samping jauh, angin putting beliung menggulung prahu Siti Rokhana.
Siti Rokhana dan para emban tunggang langgang menjerit sejadi-jadinya.
Akan tetapi… Byuk. Prahu Siti Rokhana terbalik! Dan, kontan saja ia gelagepan berusaha jangan sampai terseret ombak yang menggulung menggunung itu. Tapi Siti Rokhana kehabisan tenaga.
“Tolong… Tolong… Tolong…”.
Melihat keadaan gawat darurat demikian Sadi spontan menceburkan diri mengejar dan membawanya ke daratan untuk diberi pertolongan karena Siti Rokhana pingsan.
Namun belum juga Siti Rokhana siuman. Tiba-tiba Jendral Mohamad datang. Dan,… Buk! Buk! Buk!... berkali-kali bogem mentah sang jendral mendarat sadis di muka Sadi.
“Hai, bajak laut! Rupanya kau mau merampok harta perhiasan, Tuan Putri Siti Rokhana, adik sultan, ya?! Kurang ajar, kau, bajak laut picisan! Aku, Jendral Mohamad yang ditugasi sultan untuk mengawalnya. Ku bunuh, kau!”.