Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Takbir Keliling dan Budaya Profan

27 Juli 2014   22:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:01 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

[caption id="attachment_335373" align="aligncenter" width="300" caption="TAKBIR KELILING/Sumber: wartademak.wordpress.com"][/caption]

Sudah beberapa tahun belakangan ini, pada malam menjelang Idhul Fithri, Takmir Masjid, menyelenggarakan Takbir Keliling yang diikuti oleh muda-mudi dan anak-anak jamaah tarowih 4 mushola dan juga jamaah masjid yang ada di dukuh (bagian desa) saya.

Acara itu dikemas dalam bentuk lomba pawai keliling desa, ber-start dan finish di halaman masjid, dilanjutkan dengan lomba show pelantunan Takbir-Tahlil-Tahmid beriringan dengan penabuhan bedug.

Sesekali serangkian show tersebut, panitia menyelinganya dengan pembagian doorprize dan akhirnya dipungkasi dengan pengumuman juara dengan hak memboyong piala bergilir.

SYIAR ISLAM?

Dalam acara Takbir Keliling itu, rata-rata per jamaah mengeluarkan 3 sampai 4 mobil bak terbuka. Mobil pertama memuat patung-patungan berbagai bentuk yang disorot dengan lampu-lampu hias.

Mobil kedua mengangkut seperangkat sound system beserta mesin generatornya. Dan, mobil ketiga dan atau keempat, membawa personil jamaah yang bertakbir sambil berkothekan.

Ramai dan meriah, lantaran hampir semua unsur masyarakat antusias menyambutnya. Sehingga sekilas, acara ini menorehkan kesan kuat akan syiar Islam bahkan fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebajikan).

Tapi, benarkah?

Yup. Secara umum mungkin begitu. Tapi secara khusus, saya menangkap adanya kejanggalan, yakni dengan ditampilkannya berbagai patung, yang dalam asosiasi saya mirip Ogoh-ogoh ala Hindhu pada acara yang berlabel Islami, Takbir Keliling ini.

Kalaupun sebagai daya tarik massa demi syiar Islam, pengusungan replika pesawat tempur, gitar atau sejenisnya tidak apa-apa, karena hal itu tidak dilarang fiqih, karena tidak menyerupai yang bernyawa (hewan ataupun manusia).

Mungkinkah anak-anak muslim ini terinspirasi seni Ogoh-ogoh atau oleh festifal-festifal lain yang sering dipublikasi oleh media massa selama ini?

[caption id="attachment_335374" align="aligncenter" width="620" caption="OGOH-OGOH/Sumber: www.tempo.co"]

14064496361488075202
14064496361488075202
[/caption]

(Catatan: Ogoh-ogoh adalah piranti ritual agama Hindhu yang berupa patung yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud raksasa.

Selain itu, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: naga, gajah dll.

Dalam fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala, dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari).

Soal Ogoh-ogoh dalam Hindhu, itu silahkan, kita bertoleransi. Tapi ini auto-kritik. Kita mau ingatkan soal patung dalam perpektif Islam.

Sebagaimana diketahui, dalam Islam, pertama, persoalan membuat patung, tidak berhenti hanya sekedar sebagai persoalan fiqih (hukum) saja, tetapi berlanjut sampai pada persoalan aqidah (keyaqinan).

Karena Allah-lah yang hanya memiliki kekhususan untuk menciptakan makhluk-Nya dengan bentuk yang terbaik. Melukis (atau mematung) berarti upaya meniru ciptaan Allah. Masalah ini juga berkaitan dengan akidah dari sisi bahwa terkadang patung-patung itu menjadi sesembahan selain Allah.

Kedua, syariat Islam telah memerintahkan berhala-berhala untuk dihancurkan dan dibumihanguskan, bukan dibuat dan dilestarikan.

Ketiga, nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengingatkan orang yang memiliki lukisan benda hidup agar tidak memasukkannya ke dalam rumah. Beliau menyebutkan dosa-dosa akibat perbuatan tersebut, serta kebaikan yang hilang karena keberadaan lukisan tersebut.

Dan, keempat, membuat lukisan termasuk jalan yang menghantarkan kepada perbuatan syirik. Karena perbuatan syirik itu dimulai dengan penghormatan terhadap gambar atau lukisan tersebut, terutama dengan sedikitnya ilmu, atau bahkan tanpa ilmu sama sekali.

Dari ini semua, acara Takbir Keliling ialah manifes cultural-religius, juga manifes kebahagiaan ummat setelah berhasil memenangi ibadah puasa, atau sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang kita peroleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”

Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT. Kalimat tasbih kita tujukan untuk mensucikan Allah dan segenap yang berhubungan dengan-Nya. Tidak lupa kalimat tahmid sebagai puji syukur juga kita tujukan untuk Rahman dan Rahim-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada seluruh hambanya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat yang maha Esa dan maha kuasa.

Oleh karenanya penting ditekankan bahwa suatu tujuan yang Islami perlu dibersihkan dari hal-hal atau budaya yang profan. Toh, Islam itu agama beretika dan berestetika yang notabene kaya akan moralitas dan seninya sendiri.

Demikian. Selamat ‘Idhul Fithri. Mohon maaf lahir-bathin. Dan, salam. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun