Kami menulis, bukan untuk menunjukan apa-apa selain dalam bentuk mengolah ketidak mengertian untuk dijadikan bahan kajian dan renungan, semata.
Dari tulisan, kami dapat melihat kejujuran dan kebohongan di dalamnya. Kejujuran atas apa yang tidak kami pahami. Jika tak sesuai, sebenarnya itu ketidak singkronan alias dilema kami sendiri.
Sejatinya menulis adalah melakukan. Bukan hanya soal penuangan kalimat dan materi di dalamnya. Karena hal itu sebatas wacana. Wacana adalah angan yang dapat memenuhi kepala, tentu saja ada efeknya, selain kita mungkin bisa menjadi pelupa, tanpa disadari akan muncul ke-aku-anku juga, yang sama halnya seperti kebohongan halus (tanpa disengaja).
Aktifitas menulis bagi penulis  sebagaimana halnya kita berkaca. Di situlah wajah asli akan nampak nyata.
Bagi penulis  tulisan yang telah lahir tidak dan bukan karena  menggambarkan intekektualitas. Melainkan sebatas bagaimana ketidak mengertian dapat diolah dan digodok menjadi sesuatu yang bermanfaat baginya dan bagi peminat bacaan. Hanya itu.
Ada baiknya menulis dengan tanpa rasa euforia. Jika tidak mau terjebak, Â berhenti dan beralihlah dengan penuangan karya dalam bentuk lainnya.
Sebenarnya hal itu kita sendirilah yang dapat melihat dan mengetahuinya.
Diam dan perhatikan jemari dan geraknya sesuatu yang dirasai.
Jujur atas apa yang dirasai akan selalu melahirkan ide-ide baru, yang sebenarnya ide baru yang selalu lahir itu sudah tak lagi berpengaruh dan bukan lagi sesuatu
Soal penuangan, Â bukanlah hanya berwujud dalam bentuk buku, sebab buku yang sebenarnya adalah kita sipenulis sendiri, yang terus berlatih menyadari dalam mengabdi.