Tidak setiap sesuatu  yang rasional dapat diteorikan lewat sebua paparan bahasa, ataupun lewat logika realita. Ada sesuatu dimana teori dan logika tidak dapat mencapainya. Sebagaimana halnya terkait soal rasa.
Setiap lidah merasakan rasa. Tapi gambaran bagaimana rasa itu dirasa, tentu tidaklah sama antara lidah satu dengan lidah lainnya. Di sini Indra tidak berperan sepenuhnya, karena Indra dapat menangkap sesuatu dari wujud materi semata.
Ada hal yang membuatku takjub akan manis dari gula. Aku tahu manis itu sendiri tak berwujud, namun rasanya tetap bisa aku rasakan. Inilah aku dalam meyakini keberadaan-Nya.
Mustahil Dia dapat didefinisikan dan dipaparkan lisan yang memiliki keterbatasan, jika tidak! apa bedanya Dia dengan benda dan mahluk lainnya. Karena Dia bukan materi, maka Dia hanya bisa dirasakan bagi yang merasakan-Nya.
Hanya yang non materi yang dapat menyatu dan tidak mengalami keterpisahan dengan yang materi. Non materi bersatu pada yang materi, kelekatan yang mustahil terpisah, Â seperti nafasku sendiri. Nafasku ibarat Dia yang membuatku hidup dan tetap terjaga.
Wujud materi yang terbatas, bersatu pada yang non materi, membuat ragawi menghidup dan terus berhasrat pada manisnya rasa yang tak kuasa digambarkan ahli bahasa sekalipun.
Tentu saja tak bisa, karena  hal sebenarnya bukan hanya sebatas pada soal lidah dan gula.
Aku memiliki gula, bahkan mengenali manisnya, sekalipun yang aku makan, manis, begitu saja, yang membuatku  mengenal rasa. Karenanya aku yang materi tetap bernafas (non materi) dan hidup dalam penyatuan keduanya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H